Senin, 27 Januari 2014

EKSESTENSI UPACARA "MEPANDES"



TUGAS
ACARA AGAMA HINDU II

“EKSESTENSI UPACARA MEPANDES
DALAM MASYRAKAT UMUM”


Dosen Pengampu: Drs. I Ketut Indrayasa, M.Pd.H

  
  IHDN DENPASAR



OLEH :

NI MADE SULIARTINI
NIM  :    10.1.1.1.1.3864
P.A.H. V.B





 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR



KATA PENGANTAR


“Om Swastyastu

Puja dan Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ide Sang Hyang Widhi Wasa, karena atas asung kerta waranugraha-Nya penulis dapat menyusun  makalah yang berjudul tentang  “ Eksestensi Upacara Metatah (potong gigi) dalam Masyarakat Umum” , dengan baik dan tepat waktu . Penulis   menyusun makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah Acara Agama Hindu II.  Dan penulis juga ingin mengetahui tentang upacara potong gigi, Karena sangat berguna bagi penulis dalam membantu pengetahuan peenulis  dalam mata kuliah Acara Agama Hindu II. 
Dalam penyusunan makala ini banyak pihak yang telah membantu penulis . diantaranya: Dosen pengampu matakuliah Acara Agama Hindu II, yaitu bapak Drs. I Ketut Indrayasa, M.Pd.H. Penulis  ucapakan terima kasih kepada beliau karena berkat bimbingan beliau penuis  dapat menyusun makalah ini. Dan ucapan terima kasih kepada teman-teman dan keluarga atas bantuan dan partisipasinya.
 Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, maka dari itu penulis mengharapakan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah yang  ini ada manfaatnya bagi para pembaca.

    “Om Santih, Santih,Santih, Om”




                                                                                        Singaraja, Desember, 2012

                                                                                                       Penulis
                                                                                                              

 
           
           
BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Upacara Yadnya merupakan koraban suci yang tulus iklas serta langkah yang diyakini sebagai kegiatan beragama Hindu yang amat penting. Karena Yadnya merupakan salah satu penyangga bumi, karena alam semesta ini diciptakan dengan Yadnya. Dan Yadnya juga merupakan perputaran kehidupan yang dalam Bhagawad-Gita disebutkan Cakra Yadnya. Apa bila cakra Yadnya ini tidak berpur maka kehidupan ini akan mengalami kehancuran.
Adapun bagian-bagian dari Yadnya yaitu: Dewa Yadnya yaitu upacara yang ditujukan kepada para Dewa / Ide Sang Hyang Widi, Bhuta Yadnya yaitu upacara yang ditujuka kepada mahluk bawahan nyata dan mahluk bawah yang tidak  dengan memeberikan penyupatan, Rsi Yadnya upacara seperti mediksa yang berkaitan dengan orang suci, Pitra Yadnya yaitu upacara untuk para leluhur atau yang umum dilakukan di Bali yaitu ngaben, dan Manusa Yadnya yaitu upacara pada manusi dari masih kandungan sampai dewasa. Dimasing-masing Yadnya yang diselenggarakan sudah barang tentu upakara atau bantennya berbeda-beda sesui dengan Yadnya yang diseleggarakan.
Upacara manusa Yadnya yang menyangkut upacara pada manusia dari lahir hingga dewasa. Mulai dari upacara magedong-gedongan  (bayi dalam kandungan), upacara bayi lahir, upacara kepus pengsed,  upacara nelepas Hawon/ upacara 12 hari, upacara tutug kekambuhan, upacara tigabulanan atau nyambutin, upacara satu oton, upacara tumbuh gigi, upacara makupak, upacara munggah deha, upacara mapandes (upacara ptong gigi), upacara wiwaha (upacara perkawinan).
Mepandes (potong gigi) merupaan salah satu upacara manusa yadnya. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang upacara Mepandes, karena  upacara ini perlu diketahui. Kemungkinan saja ada yang belum mengetahui seperti apa upacara mepandes itu, serta rangakina upacara dan banten yang digunakan. Karena setiap yadnya memang saranannya banten namun banten yang digunakan itu tidak sama sesuia dengan jenis upacara yang dilaksankan.

1.2              Rumusan Masalah
1.2.1        Bagaimana pengertian dan makna upacara mepandes  (potong gigi)?
1.2.2        Apa tujuan pelaksanaan  upacara mepandes (potong gigi)?
1.2.3        Bagaimana rangkaian upacara mepandes (potong gigi)?
1.2.4         Bagaimana mantram dalam upcara mepandes (potong gigi)?
1.2.5         Bagaimana metologi upacara mepandes (potong gigi)?


1.3       Tujuan Penulisan
1.3.1    Tujuan Umum
Setiap penulisan tentunnya memiliki tujuan, adapun tujuan umum yang ingin dicapai, yaitu dengan mempelajari Manusa Yadnya khususnya upacara Mepandes (Potong Gigi), sangat berguna nantinya di imfelemntasikan dalam kehidupan di masyrakat.

1.3.2        Tujuan Khusus
1.3.1        Ingin mengetaui pengertian dan makna upacara mepandes  (potong gigi).
1.3.2        Ingin mengetaui tujuan pelaksanaan  upacara mepandes (potong gigi).
1.3.3        Ingin mengetaui rangkaian upacara mepandes (potong gigi).
1.3.4        Ingin mengetaui mantram dalam upcara mepandes (potong gigi).
1.3.5        Ingin mengetaui metologi upacara mepandes (potong gigi).


BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian dan Makna Upacara Mepandes (Potong Gigi)
            Adapun sastra suci yang melandasi pelaksanaan upacara mepandes antara lain disebutkan dalam:
a.         Lontar Kalapati
b.        Lontar Kala Tattwa
c.         Lontar Smaradhana
            Dalam Lontar  kalapati disebutkan bahwa potong gigi sebagai tanda perubahan status seseorang menjadi manusia sejati yaitu manusia yang berbudi dan suci sehingga kelak di kemudian hari bila meniggal dunia sang roh dapat bertemu dengan para leluhur di sorga Loka. Lontar Kala tattwa menyebutkan bahwa Bathara Kala sebagai putra Dewa Siwa dengan Dewi Uma tidak bisa bertemu dengan ayahnya di sorga sebelum taringnya dipotong.Oleh karena itu, manusia hendaknya menuruti jejak Bathara kala agar rohnya dapat bertemu dengan roh leluhur di sorga.dalam lontar Semaradhana disebutkan bahwa Bethara Gana sebagai putra Dewa Siwa yang lain dapat mengalahkan raksasa NIlarudraka yang menyerang sorgaloka dengan menggunakan potongan taringnya.

2.1.1.   Pengertian Mepandes
Dalam bahasa Bali di sebutkan dengan istilah “Nandes” dengan mendapatkan awalaan “me” yang akhirnya mepandes. Nandes sama artinya dengan tekan atau menekan sehingga menjadi mepandes yaitu: menekan. Bukan hanya menekan akan tetapi dilanjutkan dengan mengasah sehingga menjadi rata dan rapi.  Mepandes atau potong gigi sama, bila disebutkan mepandes yaitu pada saat Mangku Sanggih akan melaksanakan memahat gigi yang empat yaitu gigi seri dan dua gigi taring bagian atas secara simbolis kemudian dilanjutkan dengan pemotongan gigi (mengasah) dengan meempergunakan kikir. (Swastika.2010: 29).


2.1.2    Makna upacara mepandes
1.        Adapaun makna yang dikandung dalam upaca mapandes ini adalah: Sebagai simbolis meningkatnya seorang anak menjadi dewasa, yakni manusia yang telah mendapatkan pencerahan, sesuai dengan makna kata dewasa, dari kata devaṣya yang artinya milik dewa atau dewata. Seorang telah dewasa mengandung makna telah memiliki sifat dewata (Daivi sampad) seperti diamanatkan dalam kitab suci Bhagavadgita.
2.    Memenuhi kewajiban orang tua, ibu-bapa, karena telah memperoleh kesempatan untuk beryajna, menumbuh-kembangkan keperibadian seorang anak, sehingga anak tersebut mencapai kedewasaan, mengetahui makna dan hakekat penjelmaan sebagai umat manusia.
3.    Secara spiritual, seseorang yang telah disucikan akan lebih mudah menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi, para dewata dan leluhur, kelak bila yang bersangkutan meninggal dunia, Atma yang bersangkutan akan bertemu dengan leluhurnya di alam Piṭṛa (Pitraloka).     
4. Magumi Padangan. Upacara ini disebut juga Masakapan Kapawon dan dilaksanakan di dapur, mengandung makna bahwa tugas pertama seseorang yang sudah dewasa dan siap berumah tangga adalah mengurus masalah dapur (logistik). Seseorang diminta bertanggung jawab untuk kelangsungan hidup keluarga di kemudian hari, melalui permohonan waranugraha dari Sang Hyang Agni (Brahma) yang disimboliskan bersthana di dapur
5.    Ngekeb. Upacara ini dilakukan di meten atau di gedong, mengandung makna pelaksanaan Brata, yakni janji untuk mengendalikan diri dari berbagai dorongan dan godaan nafsu, terutama dorongan negatif yang disimboliskan dengan Sadripu, yakni enam musuh pada diri pribadi manusia berupa loba, emosi, nafsu seks dan sebagainya.
6.    Mabhyakala. Upacara ini dilakukan di halaman rumah, di depan meten atau gedong, mengandung makna membersihkan diri pribadi dari unsur-unsur Bhuta Kala, yakni sifat jahat yang muncul dari dalam maupun karena pengaruh dari luar (lingkungan pergaulan). Upacara ini juga disebut Mabhyakawon yang artinya melenyap kotoran batin dan di India disebut Prayascitta, menyucikan diri pribadi.
4. Persaksian dan persembahyangan ke Pamarajan. Upacara ini mengandung makna untuk:
1)      Memohon wara nugraha Hyang Guru dan leluhur (kawitan) bahwa pada hari itu keluarga yang bersangkutan menyelenggarakan upacara potong gigi.
2)      Menyembah ibu-bapa, sebagai perwujudan dan kelanjutan tradisi Veda, seorang anak wajib bersujud kepada orang tuanya, karena orang tua juga merupakan perwujudan dewata (matri devobhava, pitridevobhava), juga sebagai wujud bhakti kepada Sang Hyang Uma dan Siva, sebagai ibu-bapa yang tertinggi dan yang sejati.
3)      Ngayab Caru Ayam Putih, simbolis sifat keraksasaan dinetralkan dan berkembangnya sifat-sifat kedewataan.
4)      Memohon Tirtha, sebagai simbolis memohon kesejahtraan, kabahagiaan dan keabadiaan.
5)      Ngrajah gigi, menulis gigi dengan aksara suci simbolis sesungguhnya Hyang Widhilah yang membimbing kehidupan ini melalui ajaran suci yang diturunkan-Nya, sehingga prilaku umat manusia menjadi suci, lahir dan batin.
6)      Pemahatan taring, simbolis Sang Hyang Widhi Siva) yang telah menganugrahkan kelancaran upacara ini seperti simbolik Sang Hyang Siva memotong taring putra-Nya, yakni Bhatara Kala.
Demikianlah sepintas makna yang terkandung dari rangkaian upacara Mapandes, yang tidak lain guna membimbing umat manusia lebih meningkatkan Sraddha dan Bhaktinya kepada Sang Hyang Widhi, para dewata dan leluhur.

2.2.    Tujuan Upacara Mepandes (Potong Gigi)
Tujuan upacara mepandes dalam lontar kalapati disebutkan bahwa  gigi yang digosok atau diratakan dari gerigi adalah enam buah yaitu dua buah taring dan empat gigi seri bagian atas. pemotongan enam gigi itu melmbangkan symbol pengendalian terhadap Sad Ripu (enam musuh daalm diri manusia) yang meliputi:  
1.      Kama (hawa nafsu)
2.      Loba (rakus/tamak/keserakahan)
3.      Krodha (marahan)
4.      Mada (mabuk)
5.      Moha (bingung)
6.       Matsarya (Iri hati/ dengki) (Swastika.2010: 30-31)
Dan pula tujuan dari pelaksaan upacara mepandes ini selain untuk mengendalikan Sad Ripu yang ada pada diri manusia. Diataranya:
1.      Melenyapkan kotoran dan cemar pada diri pribadi seorang anak yang menuju tingkat kedewasaan. Kotoran dan cemar tersebut berupa sifat negatif yang digambarkan sebagai sifat Bhuta, Kala, Pisaca, Raksasa dan Sadripu yang mempengarhui pribadi manusia, di samping secara biologis telah terjadi perubahan karena berfungsi hormon pendorong lebido seksualitas.
2.      Dengan kesucian diri, seseorang dapat lebih mendekatkan dirinya dengan Tuhan Yang Maha Esa, para dewata dan leluhur. Singkatnya seseorang akan dapat meningkatkan Sraddha dan Bhakti kepada-Nya.
3.      Menghindarkan diri dari kepapaan, berupa hukuman neraka dikemudian hari bila mampu meningkatkan kesucian pribadi.
Merupakan kewajiban orang tua (ibu-bapa) yang telah mendapat kesempatan dan kepercayaan untuk menumbuh-kembangkan kepribadian seorang anak. Kewajiban ini merupakan Yajna dalam pengertian yang luas (termasuk menanamkan pendidikan budhi pekerti, menanamkan nilai-nilai moralitas dan agama) sehingga seseorang anak benar-benar menjadi seorang putra yang suputra.

2.3       Rangkaian Upacara Mepandes (Potong Gigi)
   Upacara ini dapat dijadikan satu dengan upacara meningkat dewasa, dan mapetik, dan penambahan upakaranya tidaklah begitu banyak. Seluruh rangkain upacara yang diawali dengan persiapan, pelaksanaan dan diakhiri dengan pejaya-jaya sebagai penutup. Secara upacara di awali dari pembersihan diri anak  dari pengaruh negatif  bhutakala selanjutnya dilakukan pengekeban dan dilanjutkan dengan merajah, naik kebalai penatahan turun mengijak peras , muspa bersama dan berakhir dengan mejaya-jaya.
2.3.1        Persiapan upacara mepandes (potong gigi)
1.      Persiapakan tempat untuk potong gigi, yang dibuat seperti tempat upacara manusa yadnya, dilengkapi dengan kasur, bantal, tikar bergamar smara-ratih atau dengan alas yang sejenisnya.
2.      Bale Gading : Bale gading ini dibuat dari bambu gading (yang lain) dihiasi dengan bunga-bunga yang berwarna putih dan kuning, serta di dalamnya diisi banten peras, ajuman, daksina (kadang-kadang dapat dilengkapi dengan suci), canang buratwangi, canang sari dengan raka-raka : kekiping, pisang mas, nyahnyah gula kelapa dan periyuk/ sangku berisi air serta bunga 11 jenis. Bale- gading adalah sebagai tempat Sanghyang Semara-Ratih.
3.      Kelapa gading yang dikasturi, airnya dibuang dan ditulis “Ardanareswari” (gambar Semara Ratih). Kelapa gading ini akan dipakai sebagai tempat “ludah” dan “singgang-gigi” yang sudah dipakai. Setelah upacara, kelapa gading ini dipendam di tempat yang biasa untuk maksud tersebut.
4.      Untuk singgang gigi (pedangal), adalah tiga potong cabang dadap dan tiga potong tebu malem/ tebu ratu. Panjang pedangal ini kira-kira 1cm atau 1 setengah cm.
5.      “Pengilap” yaitu sebuah cincin bermata mirah.
6.      Untuk pengurip-urip, adalah empu kunir (inan kunyit) yang dikupas sampai bersih, dan kapur.
7.      Sebuah bokor yang berisi : kikir, cermin dan pahat. (Biasanya “pengilap” yang tersebut di atas ditaruh pada bokor ini, demikian pula pengurip-urip” nya.
8.      Sebuah tempat sirih lengkap dengan sirih lekesan, tembakau, pinang, dan gambir (di dalam lekesan itu sudah berisi kapur).
9.      Rurub berupa kain yang dipakai menutupi badan pada waktu upacara, diharapkan kain yang dipakai adalh kain baru (sukla), dan sanggih adalaah rurub putih kuning bertulis rerajahan Semara-Ratih.
10.    Banten “tetingkeb” yang akan diinjak waktu turun nanti (dapat diganti dengan segehan agung).
11.    Bokor berisi bunga dan kuwangen, kelengkapan untuk muspa saat baru naik dan akan mulai mepandes.

2.3.2        Persiapan banten yang akan digunakan antara lain:
2.3.2.1  Banten untuk Mepandes
1.      Upakara yang paling kecil
Banten pabyakalaan, prayascita, pengelukatan, dan tataban seadanya.
2.        Upakara yang lebih besar
Seperti diatas, tetapi tatabannya memakai pulagembal.

2.3.2.2  Banten untuk  sanggih
1.      Satu soroh banten suci
2.      Peras, Sodan ditambah tipat
3.      Canang dan sesari
4.      Satu helai kampuh yang telah memakai tepi, biasanya kampuh kuning.
5.      Arak, berem, tirta, panasta dan pengasepan

2.3.2.3  Banten sekaa gender dan kidung
1.      Banten Pejati
2.      Peras
3.      Sodan

2.3.3    Tata cara pelaksanaan upacara mepandes.
Seperti biasa dilakukan upacara mabyakala dan maprayascita, lalu bersembahyang kehadapan Batara Surya, dan Sang Hyang Semara Ratih. Acara dilanjutkan dengan upacara Pengekeban, yang selanjutnya orang yang akan diupaacarai naik balai tempt upacara Mepandes (potong gigi). Serta duduk menghadap ke hulu (ke luanan). Pimpinan upacara mengambil cincin yang akan dipakai untuk nga- “rajah” pada beberapa tempat yaitu :
Pada dahi (antara kedua kening) dengan huruf ()
Pada taring sebelah kanan dengan huruf ()
Pada gigi atas dengan huruf ()
Pada gigi bawah dengan huruf ()
Pada lidah bawah dengan huruf ()
Pada dada dengan huruf ()
Pada nabi puser dengan huruf ()
Paha kanan dan kiri dengan huruf ().
Penulisan “Rerajahan” tersebut sesuai dengan pilihan pimpinan upacara (Sangging) yang memimpin upacara Metatah tersebut. Setelah itu diperciki “tirtha pesangihan”, kemudian ditidurkan menengadah, ditutupi dengan kain/ rurub dan selanjutnya acara dipimpin oleh “sangging” yaitu orang yang bisa melaksanakan hal tersebut. Tiap kali “pedangal” diganti; Ludah serta pedangal yang sudah dipakai dibuang ke dalam “kelungah” kelapa gading. Bila dianggap sudah cukup rata, lalu diberi pengurip-urip (kunir), kemudian berkumur dengan air cendana, selanjutnya makan sirih (ludahnya ditelan tiga kali), dan sisanya dibuang ke dalam kelapa gading. Sore hari (setelah berganti pakaian) dilaksanakan acara natab/ ngayab dipimpin oleh sulinggih atau orang yang wajar untuk maksud tersebut.
Setelah selasai merajah kemudian dilanjutkan dengan prosesi yang selanjutnya. Diantaranya:
1.             Pendeta atau orang yang terhormat dalam upacara ini minta restu di tempat suci, lalu anak anak atau remaja yang akan melaksanakan potong gigi dipercikan air suci/tirta, setelah itu mereka memohon keselamatan untuk melaksanakan upacara.
2.             Pendeta melakukan potong rambut dan menuliskan lambang lambang suci  dengan tujuan mensucikan diri serta menandai adanya peningkatan status sebagai manusia, untuk meninggalkan masa kanak kanak ke masa remaja.
3.             Anak-anak yang akan di potong giginya naik ke bale tempat pelaksaaan Mepandes dengan terlebih dahulu menginjak sesajen yang telah disediakan sebagai symbol mohon kekuatan kepada Sang Hyang Widhi Wasa(Tuhan Yang Maha Esa).
4.             Setelah pemotongan gigi berlangsung, bekas air kumur kumur  dibuang di dalam buah kelapa gading, ini bertujuan agar tidak mengurangi nilai kebersihan dan kesakralan dalam menjalankan upacara ini.
5.             Lalu dilanjutkan dengan  melakukan penyucian diri oleh pendeta agar dapat menghilangkan bala/kesialan untuk menyongsong kehidupan masa remaja.
6.             Melaksanakan Mapedamel yang bertujuan sebagai symbol restu dari Dewa Semara dan Dewi Ratih agar dalam kehidupan masa remaja dan seterusnya menjadi orang yang bijaksana, dalam mengarungii kehidupan di masa datang. Di saat melakukan upacara ini anak anak mengenakan kain putih dan kuning, memakai benang pawitraberwarna tridatu (merah, putih dan hitam) sebagai simbol pengikat diri terhadap norma norma agama, kemudian anak anak yang dipotong giginya mencicipi 6 rasa (pahit, asam, pedas, sepat, asin dan manis) yang mempunyai arti dan makna makna tertentu.
7.             Setelah proses mapedamel dilakukan, dilanjutkan dengan upacara Natab Banten, yang bertujuan memohon anugerah kepada Hyang Widhi agar apa yang menjadi tujuan dapat tercapai.
8.             Setelah proses upacara tersebut dilakukan dilanjutkan dengan Metapak, tujuan adalah memberitahukan kepada anak nya bahwa kewajiban sebagai orang tua dari melahirkan, mengasuh dan membimbing sudah selesai, diharapkan  sang anak kelak setelah upacara ini menjadi orang yang berguna, sebaliknya si anak  kepada orang tua nya menghaturkan sembah sujud ungkapan terima kasih  sudah dengan susah payah berkorban jiwa dan raga untuk melahirkan mereka, mengasuh, membesarkan,  mendidik dan membimbing mereka menuju jalan yang baik dan benar sampai dewasa. (Ida Pandita Sri Bhagawan Dwija Warsa Nawa Sandhi.

2.3.4    Upacara mepandes untuk sawa
            Suatu kenyataan terkadang ada dan terjadi di kehidupan masyatrakat adalah belum semapatnya  terlaksana upacara pitotng gigi pada anak. Mengingatkan kejadian tidak dapat dipredeksi sehingga hsl ini dapat dan bisa terjadi, anak telah keburu meinggal sehingga upacara potong gigi belum terlaksana semasih hidupnya. Atas kejadian ini, jelas sebagai suatu bhakti aka nadanya upacara mepandes (potong gigi) tidak tertutup kemungkinan akan terlaksana setelah meninggal dunia (jenazah). Akan tetapi tiada dibenarkan pula potong gigi pada sawa. Upacara mepandes (potong gigi) itu bisa dilakukan untuk sawa (jenazah) hanya saja ketentunanya harus ditaati, yaitu tiada melakukan sebagaiman upacara potong gigi paada manusia hidup yaitu hingga mengasahnya. Akan tetapi cukup hingga mepandes saja dengan selanjutnya dilakukan seolah mengasah (mengoles) hanya saja menggunakan bunga teratai putih yang masih kuncup.
 
2.4      Beberapa Mantra Dalam Upacara Mepande (Potong Gigi)
1.    Mantra kikir :
OM Sang Perigi Manik, aja sira geger lunga, antinen kakang nira Sri Kanaka teka kekeh pageh, tan katekaning lara wigena, teka awet-awet-awet.

2.    Mantra waktu pemotongan gigi yang pertama :
OM lunga ayu, teka ayu (diucapkan 3 kali).

3.    Mantra pangurip-urip :
OM urip uriping bayu, sabda idep, teka urip, Ang Ah.

4.    Mantra lekesan :
OM suruh mara, jambe mara, timiba pwa sira ring lidah, Sang Hyang Bumi Ratih ngaranira, tumiba pwa sira ring hati, Kunci Pepet arannira, katemu-temu delaha, samangkana lawan tembe, metu pwa sira ring wewadonan Sang Hyang Sumarasa arannira, wastu kedep mantranku.



2.5           Mitologi Upacara Mepandes (Potong Gigi)
2.5.1        Kelahiran bhatara kala
Pada suatu ketika, Dewa Siwa bersama Dewi Uma bersenang-senang sedang melakukan perjalanan, atas hembusan Dewa Bhayu (angin)  yang mana saat itu membuat “kamben” Dewi Uma tersingkap sehingga paha Dewi Uma keliahtan sehingga menyebabkan nafsu birahi Dewa Siwa muncul dan  kamanya jatuh di samudra yang di makan oleh ikan, yang melahirkan bhatara kala yang sakti mandraguna yang tidak ada dapt mengalahkannya. Atas dorongannya ingin tahu kepada siapa orang tuanya maka ia membuat kekacauan di jagat raya. Pada suatu kesempatan, sampailah anak yang dimaksud naik ke Sorga  Loka mencari ayahnya dan bertemu dengan Dewa Indra. Atas dasar dari Dewa Siwa, anak yang bernama Dewa Kala itu disuruh mematahkan taringnya agar dapat bertemu dengan orang tuanya.
Makna dari cerita itu adaalh dengan mematahkan segala bentuk keangkuan dan kesombongn dalam diri sendiri, kita senantiasa akan dapat bertemu pada jati dri sebagai umat manusia yang beradab dan berprilaku Subha Karma. Keangkara murkaan tu adanya beruppa Sad Ripu, yang dalam ritual upacara Mepandes (Potong Gigi) disimbulkan dengan memotong enam buah gigi antaranya: empat gigi seri, dan dua buah taring bagaian atas.

2.5.2        Taring Ganesa patah
Pada suatu hari Raksasa Nilarudraka melakukan tapa yang sangat dahsyat ia memohon kepada kekuatan kepada Dewa Siwa. Karena tapanya yang sangat kuat maka ia mendapatkn anugrah dari Dewa Siwa.  Raksasa itu menjadi angkuh dan sombong hingga akhirnya para Raksasa menyerang Sorga. Dewa Indra memohon bantuan kepada Dewa Siwa, dan Dewa Siwa akan membntu paru Dewa dengan kekuatan Jnananya lahirlah seorang anaknya Ganesa, yang berkepalakan gajah yang memiliki kekuatan sangat hebat. Pada suatu ketik Dewa Siwa sedang bersemedi dan ada yang mau bertemu dengan Dewa Siwa maka Ganesa mencegatnya dan terjadi pertempuran yang mengkibatkan patahnya taring Ganesa. Setelah Ganesa tumbuh besar, akhirnnya para Dewa meminta bantuan kepada Ganesa dan akhirnya Ganesa mampu mengalahkan  Raksasa Nilarudraka.
Berdasarkan mitilogi Patahnya taring Ganesa, merupakan symbol filosofi upacara mepandes, patahnya taring Ganesa ppada waktu remaja merupakan symbol kedewasaan atau symbol perubahan satus dari masa anak-anak menjadi remaja. Dan setelah patahnya taring Ganesa mampu mengalahkan Raksasa Nilarudraka merupakan perubahan pola pikir remaja dari yang tidak tahu menuju pendewasaan diri dengan mengendalikan atau mengalahkan sifat-sifat Raksasa dalam diri manusia atau yang sering disebut dengan Sad Ripu.

2.5.3        Sang Hyang Semara-Ratih
Kisah yang ditulis dalam Smarandahana (api asmara) gubahan Mpu Dharmaja pada paruh abad terahir sangat dramatis.  Berawal tentang ancaman yang melanda kahyangan, berawal dari Raksasa Nilarudraka yang menyerang sorga. Raksasa itu hanya dapt dikalahkan oleh putra dari Dewa Siwa maka atas usul seorang penasehat,  Dewa sepakat mengutus Dewa cinta sang hyang samara untuk menemui Dewa Siwa. Kemudian Dewa Siwa terbangun dari tapanya dan teringat pada Dewi Uma kelak lahir Ganesa sebagai buah cinta Siwa dengan Uma yang akan mengalahkan Raksasa Nilarudraka . Dewa Siwa sangat marah ketika mengetahui sang kama yang telah membuatnya terbangun dari tapanya. Dewa Siwa membunuh Kama. Kemudian datang Dewa Indra menjelaskan maksud kama mengodanya. Mereka lalu meminta Dewa Siwa untuk menghidupkan Dewa Kama. Kama dihidukan hanya sukmanya saja. Mengetahui kabar yang menimpa suaminya Ratih sangat sedih tanpa Kama. Kemudian Ratih menceburkan diri di atas kobaran api. Wrhaspati menjelaskan bahwa mereka akan dapat saling bertemuwalau hanya dalam bentuk sukma. Bentuk fisik Kama dan Ratih menyatu menjadi abu. Dan hingga kapan-pun sukma mereka akan terus bersatu. Kama akan menjelama pada hati laki-laki dan Ratih akan menjelma pada hati setiap perempuan.
Berdasarkan mitologi Semara-Ratih, dalam upacara Mepandes (potong gig) Sang Hyang Semara Ratih dilinggihkan atau ditempatkn di Bale Gading berupa rerajahan Sang Hyang Semara Ratih. Simbol  Sang Hyang Semara Ratih akan bersemayam pada hati pemudi, sehingg muncul rasa cinta antara laki-laki dan perempuan. Dengan adanya rasa cinta dan ketrikatan terhadap lawan jenis menunjukan sikap kedewasaaan yang dimuli dari upacara potong gigi, maka upacara potong gigi hanya boleh dilaksanakan dari usia remaja. Karena pada saat tersebutlah Sang Hyang Semara Ratih berada dalam hati laki-laki dan perempuan. Dengan demikian Sang Hyang Semara Ratih yang disimbolkan dalam upacara mepandes (potong gigi) mampu memberikan anugrahnya keada para remaja yang tumbuh dewasa agar diberikan jaaln yang baik dalam mencari jati diri, khususnya dalam hal percintaan dan perilaku seksualitas remaja.


BAB III
PENUTUP



3.1  Simpulan
            Dapat prnulis simpulkan bahwa sastra suci yang melandasi pelaksanaan upacara mepandes antara lain disebutkan dalam: Lontar Kalapati, Lontar Kala Tattwa, Lontar Smaradhana. Pelaksanaan upacara mepandes tujuannya tiada lain untu mengurangi sifat-siafat Sad Ripu yang ada pada diri manusia. Rangkaian upacara mepandes (potong gigi). Secara upacara di awali dari pembersihan diri anak  dari pengaruh negatif  bhutakala selanjutnya dilakukan pengekeban dan dilanjutkan dengan merajah, naik kebalai penatahan turun mengijak peras , muspa bersama dan berakhir dengan mejaya-jaya. Dan adapun mitologi yang terkait dengan upacara mepades (potong gigi) yaitu:  kelahiran bhatara Kala, patahnya taring Ganesa, Sang Hyang Smara-Ratih.


3.2       Saran-saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun  ini masih jauh dari sempurna, maka demi penyempuranaan makala ini kritik dan saran dari para pembaca sangat penulis perlukan dan kekurangan-kekurang materi yang penulis sampaikan  perlu ditinjau lebih jauh lagi. Semoga makalah penulis  ini ada manfaatnya bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

PHDI. 1996. “Panca Yadnya”. Denpasar: Proyek peningkatan sarana dan prasarana kehidupan beragama.

Swastika Pasek, I Ketut. 2010. Mepandes (Potong Gigi). Denpasar: CV Kayu Mas Agung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar