TUGAS ACARA WARIGA
KAJIAN WARIGA DALAM LONTAR
AJI SWAMANDALA
IHDN DENPASAR
Dosen Pengampu: Putu Sanjaya,
S. Ag, M.Ag
Oleh : Kelomok PAH VII.B
1.
Ni Made Suliartini 10.1.1.1.1.3864
2.
Ni Luh
Putu Astini 10.1.1.1.1.3865
3.
Gst
Indrawati Rahayu 10.1.1.1.1.3871
4.
Komang
Trisna Sukratini 10.1.1.1.1.3884
5.
Luh Evi
Wiani 10.1.1.1.1.3885
6.
Kadek
Suseka Mahadewi 10.1.1.1.1.3886
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT
HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2013
LONTAR
AJI SWAMANÐALA
Inilah Sang Hyang Aji Swamandala
mengajarkan tentang baik dan buruk, seperti memperbaiki parhyangan, hari baik
bila menyelenggarakan karya, seperti makiis, mañcawalikrama pada waktu tilêm
cetra, sesudah wuku Galungan, sebelum, Bu, Ka, Paang, jangan mekangsungkan
tawur kesanga, sebelum pêgatuakan pang. Bila hal itu dilaksanakan, karya tidak
akan berhasil, para dewata akan pergi, dewa menghilang. Bila ada halangan
berat, dapat dilaksanakan pada tilêm kedasa pangasangan itu sebagai penyelesaiannya.
Jangan yang lain. tetapi itu ada permohonan ampun kepada Sang Hyang Widhi
di Besakih, karena masyarakat berhalangan, dan kepada Hyang Bairawi Durga.
mohon ampun dengan segenap upakaranya yaitu mempersembahkan bantên tumpêng
guru, peras penyeneng, dakûióa. Upakara itu hanya satu dipersembahkan di
Besakih. (Lontar Aji Swamandala Paragraf
ke 2)
Bila orang mempersembahkan tawur,
sebelum pergantian wuku pang, pada waktu Tilêm Kasanga, sesudah wulu Galungan,
Dungulan, sebelum Wuku Paang, dunia akan rusak. Demikian penjelasannya. (Lontar
Aji Swamandala, Paragraf ke 3)
Inilah alanya (buruknya) hari: wuku tidak mempunyai guru,
sasih yang tidak mempunyai tumpek, bulan yang tidak mempunyai sirah, demikian
juga tanggal dan panglong. Janganlah sangsi, tidak ditimpa kesusahan, halangan.
Hendaknya saudara mengetahui, tahu saudara-saudaranya di Bhuwana Alit dan di
Bhuwana Agung, tempat matahari dan bulan dan tempat para Dewata Nawasanga. (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 13)
Ini adalah dewasa pager bhumi yang
patut dipergunakan untuk mengupacarai calon raja untuk menjadi raja, atau hari
baik utuk memilih raja (pemimpin) kembali untuk menduduki keratin. Phalanya
adalah: panjang umur, berlimpah kemuliaan, rakyat sejahtera dan penuh hormat.
Dijauhi penyakit selalu dalam keadaan bahagia. Hari baik itu adalah, hari Rabu,
Pahing Landep tanggal ke 13 bertemu dengan Guru, Waya, Tulus. Itulah yang
disebut dengan dewasa pager bhumi. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 39)
Dan Rabu Pon tanggal ke 10 adalah hari
baik untuk mengupacarai bayi, pahalanya adalah panjang umur, jarang ditimpa
penyakit. Hari Rabu Wage tanggal ke 10 adalah hari yang penuh kesejahteraan dan
kebahagiaan. Hari baik untuk memuja Hyang Hayu (Tuhan, phalanya para dewa
berkenan dan menganugrahkan panjang umur. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
40)
Hari Sabtu Wage bertemu guru tanggal ke
3 adalah hari penuh kesejahteraan dan kasih sayang. Hari baik untuk memuja
Bhaþàra Sri Sedana, sewata kekayaan. Hari Sabtu Wage tanggak ke 1 adalah hari
baik untuk mengambil istri. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 41)
Hari jumat Umanis tanggal ke 5 adalah
hari penuh kebajikan. Hari baik untuk memuja Hyang Hayu (Tuhan), pahalanya pada
dewata melimpahkan anugrah dengan penuh kebahagiaan. (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 42)
Hari Rabu Kliwon tanggal ke 1 disebut
Mreta adalah hari baik untuk menyelenggarakan upacara di Sanggah. Hari Kamis
Wage tanggal ke 7 disebut hari Dana Teke (harta datang) adalah hari baik untuk
mengupacarai rumah (agar memperoleh) kesejahteraan. hari Abu Pahing tanggal ke
3 adalah hari baik embangun rumah, phalanya dijauhi segala penyakit. Hari Sabtu
Pahing tanggal ke 3 disebut Pagerwesi adalah hari baik membangun tembok. (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 43)
Inilah caru alaning dewasa (caru untuk
menolak pengaruh buruknya hari), wuku tanpa guru, nyalawadi, wulan tan pasirah,
Erangan,, Kala, dangu, Pasah. Semua hari yang tidak baik ada upacara
untuk menjadikannya hari baik. Pahalanya (orang yang melaksanakan yajña) maupun
orang yang memberi dewasa tidak akan mendapatkan rintangan dari sanak
saudaranya yang ada di dalam dirinya sendiri maupuns anak saudaranya yang
berada di makrokosmos (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 44)
Uku Prangbakat, Landep, Wayang, Medangkungan dan Kuningan
dapat dipakai (untuk melaksanakan upacara yajña), tetapi upacara caru-nya
besar. Uku Sinta, Sungsang, Dungulan, Tambir, Bala, Watugunung, Gumbreg dan
Pahang adalah hari baik untuk melaksanakan upacara yajña, demikian disebutkan
di dalam ajaran (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 47)
Menurut Sang Hyang Swamaóðala, yaitu ajaran yang patut
dipegang oleh Sang sadaka apabila hendaknya menganugrahkan dewasa kepada
masyarakat tentang hari yang disebut baik atau buruk dan keburukan dari wuku
yang disebut wala-wadi yaitu: Sinta, Landep, Gumbreg, Medangkungan, Sungsang,
Dungulan, Pahang, Tambir, Perangbakat, Bala, Wayang, Watugunung. Kesemua wuku
tersebut di atas adalah wuku yang tidak baik untuk membangun atau melaksanakan
upacara memuja Hyang, menyucikan diri, membuat rumah, melaksanakan upacara
atiwa-tuwa (ngaben), narpana pitra, perkawinan, mengupacarai bayi, upacara
agunting (memotong rambut). Akibat mendapat rintangan, umur pendek.
Tidak mendapat kebahagiaan, selalu menderita penyakit. Jika (pada waktu
tersebut di atas) membangun rumah, (rumah itu) akan ditempati oleh Bhuta Dengen
(pemiliknya) akan sakit-sakitan lalu mati (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
48)
Jika memuja Bhaþàra akan mendapatkan
duka bertubi-tubi. Menyebabkan penyakit lepra. Sesajen yang dipersembahkan
dicampur kotoran oleh Bhuta Kingkara. Oleh karena sehari-hari tersebut kumpulan
hari tidak suci. Jika (pada hari-hari tersebut) membangun tempat suci, akan
ditempati oelh kala. Akibatnya selalu mendapatkan bahaya. Jika melaksanakan
upacara padudusan, tirta amreta jadi racun. Menjadi penyakit yang menyebabkan
mati. Uku yang dapat disucikan adalah; uku Landep, Perangbakat, Wayang, dan
Kuningan, keburukan Uku tersebut sama dengan keburukan Uku tan Paguru (Lontar
Aji Swamandala, Paragraf ke 49)
Ini adalah keburukan dari Dewasa. Orang
tidak boleh melakukan pekerjaan untuk kebaikan, memuja para Dewa, membangun
rumah. Hari yang tidak baik dimaksud adalah wuku tan Paguru, Sasih tan
Patumpek, Wulan tan Pasirah, Erangan, Kala, Dangu, PAsah juga adalah Prawani
wulan. Jika pada wuku tan atiwa-tiwa, pitra tarpana, perkawinan, mengupacarai
bayi dan upacara agunting, maka akibatnya mendapatkan halangan besar, pendek
umur, menderita, selalu menderita penyakit. Jika membangun rumah, rumah itu
akan ditempati oleh Bhuta Dengen (yang punya rumah) mati mendadak (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 50)
Ini yang disebut alaning dewasa: wuku tan paguru, sasih tan
patumpek, wulan tan pasirah, Erangan, Kala, dangu dan Pasah. Semua hari buruk
itu, ada upacara untuk menjadikannya hari baik, sehingga menyebabkan yang punya
kerja tidak mendapatkan rintangan. Demikian juga yang menganugrahkan dewasa,
(yang menganugrahkan Dewasa) sepatutnya mengetahui kedudukan saudaranya di
dalam diri pun di alam makro (juga sifatnya mengetahui) kedudukan matahari dan
bulan, serta kedudukan Dewata Nawasanga yang mengganggu orang yang membuat upakara.
Ini disuguhkan, upakaranya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 56)
Ini adalah
hukuman Sang Hyang Swamaóðala dan Sang Hyang Hayu: jika ada orang yang
melaksanakan upacara kematian mengubur, menghanyutkan mayat di sungai atau
membakar mayat dan yang sejenisnya. Janganlah melaksanakan pada hari Kamis,
Wage, Uku Sungsang. Sebab hari itu adalah hari turunnya Ida Bhaþàra Amangkurat
diiringi olh semua Dewata Nawasanga, para Resi, Gendarwaraja untuk menyaksikan
upacara pemujaan yang dilaksanakan oleh umat manusia di dunia. Tidak
dibenarkan menghaturkan upacara Byakala pada hari Sugian, Kamis Wage dan Jumat
Kliwon. (jika itu dilanggar) ia akan menganugrahkan umur pendek. Dan warga desa
akan mati setiap lima hari sekali. Maka akibatnya manusia selalu cuntaka,
kotor. Ia yang melaksanakan upacara ngaben, leluhurnya akan dimasukkan ke dalam
Lumpur blagadabah, demikian akibat buruknya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
62)
Jiak ada pada hari baik ada pujawali
Ida Bhaþàra di Prahyangan, warga dewa tidak boleh melaksanakan upacara
kematian. Pahala buruknya adalah ia yang memberi petunjuk maupun yang
melaksanakan upacara itu akan mendapatkan kutuk besar. Desa akan selalu
mendapatkan celaka. Pada hari Rabu Kliwon Dungulan dan Selasa Umanis Kuningan
juga tidak dibenarkan mengubur mayat dan melakukan upacara ngaben. Pada hari
itu para dewa turun dari sorga bestana di kahyangan di dunia. Jika (ketentuan
itu) dilanggar, pastilah mendapat kutuk, rohnya menjelma menjadi binatang
neraka, cacing, lintah atau ular. Demikianlah prihalnya (Lontar Aji Swamandala,
Paragraf ke 63)
Inilah ucap-ucap Sang Hyang Aji
Swamaóðala, ialah ajaran Bhaþàra Sùrya Candra yang diwarisi oleh para Pendeta
dari sejak dahulu kala. Yaitu tatacara orang untuk mendapat hari baik, dewasa
ayu, untuk melaksanakan upacara kecil, menengah ataupun besar. Baik upacara
menyucikan diri, aguntinga dan upacara mengangkat anak untuk melanjutkan
keturunan. Inilah hari baik yang mesti didapat yaitu hari: Rebo Umanis
Perangbakat Sasih ke 3, 4, 5, tanggal ke 10 adalah hari yang sangat baik,
disebut hari Mretabumi. Akibatnya mendapatkan panjang umur anak yang diangkat
jarang tertimpa penyakit. Dan orang yang merawat dirinya dengan baik, jaya,
bahagian yang didapatnya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 84)
Sabtu Umanis Tolu Sasih ke 5 tanggal ke
13 disebut hari Mretaresi adalah hari baik untuk membangun tempat suci,
sanggar. Pahalanya dikasih para dewa. Para Bhùta menunduk horma, berlimpah kemakmuran
(Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 85)
Kemis Wage Sasih Karo tanggal ke 5
adalah hari baik untuk melaksanakan upacara Agunting. Pahalanya jarang tertimpa
penyakit (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 86)
Rebo Wage Sasih ke 5 disebut hari
wrediguna adalah hari baik untuk mengupacarai sanggar. Pahalanya mendapat
manfaat (wibawa?) (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 87)
Rebo Paing, nuju Guru, Sasih ke 10,
tanggal ke 1 disebut hari Wibuh Mretadewa, adalah hari baik untuk menyucikan
diri dan bayi. Tetapi tidak boleh dilaksanakan pada hari Kresnapaksa.
Laksanakanlah pada hari suklapaksa. Pahalanya berlimpa kebahagiaan dan
kemakmuran(Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 88)
Ini adalah tatacara orang menanyakan
hari baik kepada sang pendeta mulya. Orang hendaknya menanyakan hari baik untuk
melaksanakan upacara yajña sebaiknya sang bertanya menghaturkan, dakûióa,
diantaranya; sreh ampinan, buah bancangan, canang atanding, uang 250,
dihaturkan kepada Hyang Saraswati, karena beliau perwujudan dan Bhaþàra Trisakti,
beliau yang menjaga Khayangan Sang Hyang Saraswati, kalau tidak demikian,
nantinya akan menemukan mreta wiûya (makanan menjadi racun) yajña yang
dilakukan ditinggalkan oleh Bhagawan Garga (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 89)
Dan janganlah anda bertanya, sastra
kebaikan/kebajikan pada sang pendeta, pada waktu Purwani, pahalanya tidak baik,
akan disusupi oleh Sang Kala-kali pada akhirnya, prilaku orang yang beryajña,
setiap pekerjaan janganlah dilakukan pada Wuku tan Paguru, Sasih tan Patumpek,
wulan tan Pasirah, erangan, Kala, Dangu, hati tidak baik untuk menyucikan diri
dan mengangkat anak untuk dijadikan anak, pahalanya akan pendek umur (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 90)
Ini adalah Aji Swamaóðala. Swamaóðala adalah tempat berwujud
matahari dan bintang. Beliau yang menentukan hari-ahri semuanya. Baik buruknya
hari, didalam kitab Wariga yang dianugrahkan oleh sang penddeta di dunia.
Beliaulah yang menjaga (menentukan) hidup matinya seseorang di dunia. Beliau
berwujud kata-kata, tenaga dan pikiran, bàyu- úabda – idêp (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 91)
Ini adalah hari atau dewasa tidak boleh
dipakai untuk orang mati perinciannya: wuku walang hati namanya, sinta,
gumbreg, warigadian,kuningan, Pahang, Medangkungan, Prangbakat, Bala, Wayang,Klawu,
Watugunung, kalau dilanggar kena kutukan oleh Bhaþàra (Lontar Aji Swamandala,
Paragraf ke 98)
Ini hari yang tidak boleh dipergunan untuk mengupacarai
orang mati, tidak boleh dilalui diantaranya: pada hari Minggu, Landep, pada
hari senin, ukir hari selasa, kemis, jumat, kulantir, merakih hari Rebi,
Julungwangi, Lngkir, Pahang, Medangkungan, Menail, Watugunung, Senin, Rabu,
Jumat, sungsang, Kuningan, Klurut, Selasa, Kemis, Medangsia, Puju, Matal, Uye,
Klawu, Dukut, sabtu, tolu amat buruk, tidak dapat dijalani walaupun
melaksanakan kebaikan. Kalau hal ini dilanggar akibatnya mati disambar ayam,
seapi, burung, krebayak, disambar petir, dimakan ikan besar (jagul), harimau,
dipatuk ulat, mati disawah, mati jauh, mati melahirkan, mati masuk kedalam air,
mati masuk kedalam api, menderita penyakit yang tidak disebut-sebut, salah
lihat, salah berkata-kata, wabah penyakit meraja lela, menemui keburukan,
dikutuk oleh Bhaþàra Guru. Demikian tersebut dalam kitab sastra (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 99)
Ini hari baik (dewasa) mengupacarai mayat, abik, sorga,
terbuka perinciannya: landep, julungwangi, klurut, perangbakat, pada hari minggu.
Pananggal ke 1, ke 6, ke, (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
100)
Kamis Umanis Sinta, panglong ping 4, baik, Bhaþàra Úiwa
menerima atmanya, senang, kaya/sejahtera, dijaga oleh kebaikan namanya, Jumat
Umanis, Merakih panglong ping 8, baik, Bhaþàra Guru menerima atma, bekal
menikmati kerahayuan namanya. Jumat Pahing Matala pananggal ping 11, baik,
senang, berhasil Bhaþàra Úiwa, Paramaúiwa menerima atmanya. Kemis Pon Uye,
panglong ping 9, Bhaþàra Sinuhun menerima atma, baik, pikiran senang namanya.
Senin Pon Ugu, pananggal ping 3 Bhaþàra Úiwa menerima atmanya, senang,
sejahtera rahayu (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 102)
Senin Wage Dukut pananggal ping 11 Bhaþàra Úiwa jagat yang
menerima atama, senang, kesucian, kalau lahir kembali senang mempelajari
sastra, baik. Senin Pahing, Jumat Pahing namanya Purwaning dina (awalnya hari,
apabila pada pananggal ping 1, ping 4, ping 6, ping 8, itu namanya pañca
purwani) (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke103)
Ini namanya Kala Têmah tidak boleh dilanggar pada saat
melakukan kegiatan, sangat buruk, mengakibatkan kematian namanya. Sinta,
Landep, Wariga, warigadian, pada hari senin tidak baikl; Ukir, Selasa, Kemis,
Jumat, Sabtu, sama tidak baik; Kulantir, Dungulan pada hari Rabo, tidak baik,
Tolu pada hari Senin, Kemis, Jumat adalah tidak baik. Julungwangi, Langkir,
Pahang, Medangkungan, Menail, watugunung, pada hari senin, Jumat adalah buruk.
Medangsia; Pujut Klawu, Dukut pada hari Minggu, sabtu itu semuanya buruk. Agar
selalu diingat oleh yang mengetahui semua hari baik/buruk (dewasa) (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 104)
Kalau Sasih Jyesta, penanggal ping 7, Wintang Mangan Bumi
namanya; Kalau Sasih Sada, panglong ping 7, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau
Sasih Kasa, panglong ping 5, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Karo,
penanggal ping 8, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau sasih Katiga, penanggal
ping 8, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Kapat, penanggal ping 9,
Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau sasih Kalima, penanggal ping 13, Wintang
Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Keenem, pananggal ping 8, Wintang Mangan Bumi
namanya; Kalau Sasih Kapitu, penanggal ping 5, Wintang Mangan Bumi namanya;
Kalau Sasih Kaulu, penanggal ping 4, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih
Kasanga, penanggal ping 7, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Kadasa,
penanggal ping 10, Wintang Mangan Bumi namanya (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 106)
Ini penjelasan tentang Kala Dangu,
tidak boleh dilanggar, tempat atau rumahnya kala-kala, kalau dilawan/dilanggar
buruk, mati akibatnya, demikian peredarannya Kala Dangu, apabila mamakuh
(mendirikan) rumah dan mulai memasuki karang (angaub karang); dan perkawinan
(kawin) semua pekerjaan buruk, apabila dilanggar berakibat sakit, bahaya, gila,
mengamuk namanya. Demikian khirnya akibatnya, tidak dapat ditawar (ditebus)
karena amat samarnya kala itu, karena banyak jenis atau bermacam-macam jenisnya,
sang Kala Dangu namanya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 107)
Tempatnya Kala itu, mengikuti turunnya, sesuai dengan semua
wuku, lima warna tempat pertemuannya, sesuai dengan semua wuku, uraiannya (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 108)
Sinta di Utara tempatnya, sang Kala
Dangastra Mangap, sang Kala Mrak, empat buah namanya, diawali dengan ala jatuh,
jatuh tanpa sebab, bengkak (beteg bangsel), pingsan dan akhirnya mati (Lontar
Aji Swamandala, Paragraf ke 109)
Landep di Barat Laut, tempatnya pada
tanah/pertiwi, sang Kala Sada Guna-guna, empat banyaknya, Sang Kala Timpang dua
banyaknya. Dan lagi akhirnya sakit akibat jatuh, picang, patah, pejen, lumpuh
namanya, akhirnya menemui kematian (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 109)
Ukir di Tenggara tempatnya Sang Kala
Petang bàyu namanya, tiga jumlahnya, Kala Spaksa Pataka, empat jumlahnya, dan
cirinya: pusing, bengong, panas dingin, gelisah, sakit pada emua persendian,
ngereres (mati pelan-pelan akibat sakit), sesak nafas, batuk, yang menyebabkan
kematian (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 110)
Kulantir, pada pertiwi/tanah tempatnya,
sang Kala Bhùta Mngasa, tiga banyaknya, dan Sang Kala Sor menjadi empat, serta
pada wuku itu tidak boleh melaksanakan upacara mendirikan bangunan dan mencari
rumah, mencari desa. Adapun mulainya segala bentuk kerja di pertiwi, dapat
berakibat fatal, bahkan menemui ajal (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 111)
Tolu, tempatnya di Barat Laut, penguasa, Sang Bhùtakala
Raksasa yang jumlahnya enam, akibat yang ditinggalkannya sakit gila, suka mengamuk.
Gumbreg, tempatnya di tenggara; penguasanya; sang Kala Tapaksa, empat
banyaknya, sang Kala Raksasa, jumlahnya empat menjadi delapan, akibat yang
ditinggalkannya sakit gila, berkata-kata karuan bahkan dapat menemui ajal.
Wariga; bertempat di sembilan penjuru, perwujudan Sang Kala Turunan yang
jumlahnya lima, Sang Kala Pati jumlahnya empat, dengan akibat yang
ditinggalkannya mati karena jatuh, hingga patah dan remuk, dilarang memanjat
ditinggalkannya mati karena jatuh, hingga patah dan remuk dilarang memanjat
pohon. Warigadian, tempatnya di Utara; penguasanya, sang Kala Yaciri, Kala
Gandara yang jumlahnya enam, kabyoncah, jumlahnya tiga; dengan laki dan
perempuan suka berbuat ulah (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
113)
Julungwangi; tempatnya di Barat Daya; penguasanya Sang Kala
Nalapati yang jumlahnya enam, akibat yang ditinggalkannya sengsara akibat
penyakit, lesu dan mati baranak. Sungsang, tempatnya di timur, berstana Sang
Kala berjumlah delapan; Kala bàyubajra berjumlah dua, Kala Wang sanggana
berjumlah enam, dengan akibat yang ditinggalkannya, sakit berkepanjangan, batu
berat, hingga manamui ajal (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
114)
Dungulan; tempatnya di Timur Sang Kala Desa marep berjumlah
dua, sang Kala Kalimbur jumlahnya dua, berpenyakit kulit, sakit kelamin, hingga
manamui ajal. Kuningan, tempatnya di Barat, sang Kala Kuning jumlahnya dua,
sang Kala Wasatasti yang jumlahnya tiga, menjelmanya berbagai penyakit, sakit
beri-beri, sakit paru-paru, hingga manamui ajal. Langkir, tempatnya di
Tenggara, berstana Sang Kala Paksa, dan sang Kala Alpayusa dengan jumlahnya
empat, dan Sang Kala Kungpati yang berjumlah dua, selalu dirundung rasa
prihatin, sakit berkepanjangan (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
115)
Medangsya, tempatnya di Alam pertiwi, berjumlah tujuh, Sang
Kala Mangsayoda jumlahnya empat, dan sang Kala Gutilana jumlahnya dua, Sang
Kala Sor, dan lagi pula pada wuku ini pantangan untuk memakuh, pantangan untuk
mulai menempati rumah, mulai menempati pekarangan baru, dan segala kegiatan
yang berkaitan dengan alam pertiwi semuanya tidak diperbolehkan. Jika dilanggar
segala penyakit bermunculan dengan tiba-tiba, dimangsa oelh roh-roh jahat
hingga menemui ajal. Pujut bertempat di barat Laut, sang Buta Kala Raksasa
Sangga, dengan penyakit gila tak henti-hentinya (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 116)
Pahng tempatnya di segala penjuru, sang Kala Dangu dengan
seluruh pengikutnya; dan lagi pula wuku ini, tidak diperbolehkan untuk memulai
menempati rumah atau pekarangan, jika itu dilanggar akan berakibat tidak baik
berpenyakitan kusta, gatal-gatal, dan sakit berkepanjangan. Krulut, tempatnya
di selatan, stananya Sang Kala Kingkingan yang berjumlah empat, sang Kala Sura
Punggung jumlahnya tiga, dengan akibat yang ditinggalkannya, sengsara karena
disisihkan, anal-anak hidupnya sengsara.
Merakih, berstana Sang Kala Sundel jumlahnya lima, sang Kala
Ulanyar jumlahnya dua, laki dan perempuan suka berkhianat. Tambir tempatnya di
Barat, sang Kala Durga dengan jumlahnya empat sang Katangguran jumlahnya dua,
sengsara akibat disakiti oleh guna-guna ilmu hitam. Medangkungan tempatnya di
timur, Sang Kala Durga Wisaya berjumlah empat Sang Kala Kipkip berjumlah dua,
suami istri sering berdusta. Matal; tempatnya di timur Laut, Sang Kala Marep
berjumlah dua, Sang Kala Sirep jumlahnya enam, dengan akibat yang
ditinggalkannya, sering kecurian senang berbuat dusta (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 117)
Uye tempatnya di arah Barat, sang Kala Wiûya dengan jumlah
empat, Sang Kala dekesan jumlahnya tiga dengan akibat yang ditinggalkan sering
disakiti oleh orang-orang dusta. Menial; tempatnya di tenggara, penguasanya,
sang Kala Wipasa dengan jumlah empat, sang Kala Anel dengan jumlah tiga, sering
bertengkar, angkuh, suka menantang (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
119)
Prangbakat, tempatnya di pertiwi, penguasanya Sang Kala
Dangu dan sang Kala Sor serta pengikutnya yang berjumlah tiga, sang Kala
Suliwalikatan dengan akibat yang ditinggalkannya, sakit pada perut, sakit pada
telinga. Bala, tempatnya di Barat Laut, berstana Sang Kala
Medangsah dengan jumlah empat, dengan akibat yang ditinggalkannya, gatal-gatal,
dan sakit kulit lainnya di malam hari. Ugu, tempatnya di selatan, berstana Sang Kala Naga jumlahnya
enam, dengan akibat yang ditinggalkannya, sakit mendadak, disantap kala,
pendarahan tanpa sebab hingga menemui ajal (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 20)
Wayang, tempatnya di angkasa, berstana Sang Kala Mangap yang
jumlahnya tiga, Sang Kala Rungsung jumlahnya empat, dengan perwujudannya,
jatuh, patah tulang hingga hancur, hingga menemui ajal, dan lagi pula pad wuku
wayang tidak boleh memanjat pohon (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke
121)
Klawu, tempatnya di utara, pengusanya, sang Kala Nagamaksa
yang jumlahnya empat, dengans akit mendadak, suka ngamuk, muntah-muntah,
pendarahan hingga menemui ajal. Dukut, bertempat di Barat; penguasa Sang Kala
Gaóapati dengan jumlah empat, sang Kala Tungguwan tiga jumlahnya, sakit kepala,
pusing-pusing, sering merana, selalu mendapat musibah hingga menemui ajal (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 122)
Watugunung, tempatnya di seluruh Pertiwi (alam tanah),
penguasanya Sang Kala Undur-Undur yang jumlahnya sembilan, Sang Kala Rancananen
di angkasa tempatnya, Sang Kala Tengah ditengah-tengah tempatnya (Lontar Aji
Swamandala, Paragraf ke 123)
Kajian Wariga Dalam Lontar Aji
Swamandala
Lontar Aji Swamandala, banyak hal yang
diuraikan terkait dengan wariga. berkaitan dengan ala-ayuning dewasa yang dapat
dijadikan pedoman dalam melaksanakan upacara yadnya. Sudah sangat jelas
diuraikan tentang padewasan yang nantinya dapat dijadikan pedoman dalam
menjalanan suatu upacara. Dalam Lontar Aji Swamandala menguraikan tentang
dewasa dewa yadnya, mengubur mayat dan yang lainya yang berkaitan dengan orang
meninggal. Serta ala ayuning dewasa dalam sasih, pananggal, panglong panca
wara, sapta wara dan uraian tengtang wuku mulai dari sinta hingga watu gungung.
Kesimpulannya apa
BalasHapus