Senin, 27 Januari 2014

Kajian Wariga Dalam Lontar Aji Swamandala



TUGAS ACARA WARIGA

KAJIAN WARIGA DALAM LONTAR AJI SWAMANDALA



 









IHDN DENPASAR


Dosen Pengampu: Putu Sanjaya, S. Ag, M.Ag



    Oleh : Kelomok  PAH VII.B

1.        Ni  Made Suliartini                          10.1.1.1.1.3864
2.        Ni Luh Putu Astini                          10.1.1.1.1.3865
3.        Gst Indrawati Rahayu                    10.1.1.1.1.3871
4.        Komang Trisna Sukratini               10.1.1.1.1.3884
5.        Luh Evi Wiani                                 10.1.1.1.1.3885
6.        Kadek Suseka Mahadewi                10.1.1.1.1.3886
           



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2013


LONTAR AJI SWAMANÐALA

Inilah Sang Hyang Aji Swamandala mengajarkan tentang baik dan buruk, seperti memperbaiki parhyangan, hari baik bila menyelenggarakan karya, seperti makiis, mañcawalikrama pada waktu tilêm cetra, sesudah wuku Galungan, sebelum, Bu, Ka, Paang, jangan mekangsungkan tawur kesanga, sebelum pêgatuakan pang. Bila hal itu dilaksanakan, karya tidak akan berhasil, para dewata akan pergi, dewa menghilang. Bila ada halangan berat, dapat dilaksanakan pada tilêm kedasa pangasangan itu sebagai penyelesaiannya. Jangan yang lain.  tetapi itu ada permohonan ampun kepada Sang Hyang Widhi di Besakih, karena masyarakat berhalangan, dan kepada Hyang Bairawi Durga. mohon ampun dengan segenap upakaranya yaitu mempersembahkan bantên tumpêng guru, peras penyeneng, dakûióa. Upakara itu hanya satu dipersembahkan di Besakih. (Lontar Aji Swamandala  Paragraf ke 2)
Bila orang mempersembahkan tawur, sebelum pergantian wuku pang, pada waktu Tilêm Kasanga, sesudah wulu Galungan, Dungulan, sebelum Wuku Paang, dunia akan rusak. Demikian penjelasannya. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 3)
Inilah alanya (buruknya) hari: wuku tidak mempunyai guru, sasih yang tidak mempunyai tumpek, bulan yang tidak mempunyai sirah, demikian juga tanggal dan panglong. Janganlah sangsi, tidak ditimpa kesusahan, halangan. Hendaknya saudara mengetahui, tahu saudara-saudaranya di Bhuwana Alit dan di Bhuwana Agung, tempat matahari dan bulan dan tempat para Dewata Nawasanga. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 13)
Ini adalah dewasa pager bhumi yang patut dipergunakan untuk mengupacarai calon raja untuk menjadi raja, atau hari baik utuk memilih raja (pemimpin) kembali untuk menduduki keratin. Phalanya adalah: panjang umur, berlimpah kemuliaan, rakyat sejahtera dan penuh hormat. Dijauhi penyakit selalu dalam keadaan bahagia. Hari baik itu adalah, hari Rabu, Pahing Landep tanggal ke 13 bertemu dengan Guru, Waya, Tulus. Itulah yang disebut dengan dewasa pager bhumi. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 39)
Dan Rabu Pon tanggal ke 10 adalah hari baik untuk mengupacarai bayi, pahalanya adalah panjang umur, jarang ditimpa penyakit. Hari Rabu Wage tanggal ke 10 adalah hari yang penuh kesejahteraan dan kebahagiaan. Hari baik untuk memuja Hyang Hayu (Tuhan, phalanya para dewa berkenan dan menganugrahkan panjang umur. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 40)
Hari Sabtu Wage bertemu guru tanggal ke 3 adalah hari penuh kesejahteraan dan kasih sayang. Hari baik untuk memuja Bhaþàra Sri Sedana, sewata kekayaan. Hari Sabtu Wage tanggak ke 1 adalah hari baik untuk mengambil istri. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 41)
Hari jumat Umanis tanggal ke 5 adalah hari penuh kebajikan. Hari baik untuk memuja Hyang Hayu (Tuhan), pahalanya pada dewata melimpahkan anugrah dengan penuh kebahagiaan. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 42)
Hari Rabu Kliwon tanggal ke 1 disebut Mreta adalah hari baik untuk menyelenggarakan upacara di Sanggah. Hari Kamis Wage tanggal ke 7 disebut hari Dana Teke (harta datang) adalah hari baik untuk mengupacarai rumah (agar memperoleh) kesejahteraan. hari Abu Pahing tanggal ke 3 adalah hari baik embangun rumah, phalanya dijauhi segala penyakit. Hari Sabtu Pahing tanggal ke 3 disebut Pagerwesi adalah hari baik membangun tembok. (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 43)
Inilah caru alaning dewasa (caru untuk menolak pengaruh buruknya hari), wuku tanpa guru, nyalawadi, wulan tan pasirah, Erangan,, Kala, dangu, Pasah. Semua hari yang tidak baik ada upacara untuk menjadikannya hari baik. Pahalanya (orang yang melaksanakan yajña) maupun orang yang memberi dewasa tidak akan mendapatkan rintangan dari sanak saudaranya yang ada di dalam dirinya sendiri maupuns anak saudaranya yang berada di makrokosmos (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 44)

Uku Prangbakat, Landep, Wayang, Medangkungan dan Kuningan dapat dipakai (untuk melaksanakan upacara yajña), tetapi upacara caru-nya besar. Uku Sinta, Sungsang, Dungulan, Tambir, Bala, Watugunung, Gumbreg dan Pahang adalah hari baik untuk melaksanakan upacara yajña, demikian disebutkan di dalam ajaran (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 47)

Menurut Sang Hyang Swamaóðala, yaitu ajaran yang patut dipegang oleh Sang sadaka apabila hendaknya menganugrahkan dewasa kepada masyarakat tentang hari yang disebut baik atau buruk dan keburukan dari wuku yang disebut wala-wadi yaitu: Sinta, Landep, Gumbreg, Medangkungan, Sungsang, Dungulan, Pahang, Tambir, Perangbakat, Bala, Wayang, Watugunung. Kesemua wuku tersebut di atas adalah wuku yang tidak baik untuk membangun atau melaksanakan upacara memuja Hyang, menyucikan diri, membuat rumah, melaksanakan upacara atiwa-tuwa (ngaben), narpana pitra, perkawinan, mengupacarai bayi, upacara agunting (memotong rambut). Akibat mendapat rintangan, umur pendek. Tidak mendapat kebahagiaan, selalu menderita penyakit. Jika (pada waktu tersebut di atas) membangun rumah, (rumah itu) akan ditempati oleh Bhuta Dengen (pemiliknya) akan sakit-sakitan lalu mati (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 48)
Jika memuja Bhaþàra akan mendapatkan duka bertubi-tubi. Menyebabkan penyakit lepra. Sesajen yang dipersembahkan dicampur kotoran oleh Bhuta Kingkara. Oleh karena sehari-hari tersebut kumpulan hari tidak suci. Jika (pada hari-hari tersebut) membangun tempat suci, akan ditempati oelh kala. Akibatnya selalu mendapatkan bahaya. Jika melaksanakan upacara padudusan, tirta amreta jadi racun. Menjadi penyakit yang menyebabkan mati. Uku yang dapat disucikan adalah; uku Landep, Perangbakat, Wayang, dan Kuningan, keburukan Uku tersebut sama dengan keburukan Uku tan Paguru (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 49)
Ini adalah keburukan dari Dewasa. Orang tidak boleh melakukan pekerjaan untuk kebaikan, memuja para Dewa, membangun rumah. Hari yang tidak baik dimaksud adalah wuku tan Paguru, Sasih tan Patumpek, Wulan tan Pasirah, Erangan, Kala, Dangu, PAsah juga adalah Prawani wulan. Jika pada wuku tan atiwa-tiwa, pitra tarpana, perkawinan, mengupacarai bayi dan upacara agunting, maka akibatnya mendapatkan halangan besar, pendek umur, menderita, selalu menderita penyakit. Jika membangun rumah, rumah itu akan ditempati oleh Bhuta Dengen (yang punya rumah) mati mendadak (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 50)
Ini yang disebut alaning dewasa: wuku tan paguru, sasih tan patumpek, wulan tan pasirah, Erangan, Kala, dangu dan Pasah. Semua hari buruk itu, ada upacara untuk menjadikannya hari baik, sehingga menyebabkan yang punya kerja tidak mendapatkan rintangan. Demikian juga yang menganugrahkan dewasa, (yang menganugrahkan Dewasa) sepatutnya mengetahui kedudukan saudaranya di dalam diri pun di alam makro (juga sifatnya mengetahui) kedudukan matahari dan bulan, serta kedudukan Dewata Nawasanga yang mengganggu orang yang membuat upakara. Ini disuguhkan, upakaranya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 56)
 Ini adalah hukuman Sang Hyang Swamaóðala dan Sang Hyang Hayu: jika ada orang yang melaksanakan upacara kematian mengubur, menghanyutkan mayat di sungai atau membakar mayat dan yang sejenisnya. Janganlah melaksanakan pada hari Kamis, Wage, Uku Sungsang. Sebab hari itu adalah hari turunnya Ida Bhaþàra Amangkurat diiringi olh semua Dewata Nawasanga, para Resi, Gendarwaraja untuk menyaksikan upacara pemujaan yang dilaksanakan oleh umat manusia di dunia. Tidak dibenarkan menghaturkan upacara Byakala pada hari Sugian, Kamis Wage dan Jumat Kliwon. (jika itu dilanggar) ia akan menganugrahkan umur pendek. Dan warga desa akan mati setiap lima hari sekali. Maka akibatnya manusia selalu cuntaka, kotor. Ia yang melaksanakan upacara ngaben, leluhurnya akan dimasukkan ke dalam Lumpur blagadabah, demikian akibat buruknya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 62)
Jiak ada pada hari baik ada pujawali Ida Bhaþàra di Prahyangan, warga dewa tidak boleh melaksanakan upacara kematian. Pahala buruknya adalah ia yang memberi petunjuk maupun yang melaksanakan upacara itu akan mendapatkan kutuk besar. Desa akan selalu mendapatkan celaka. Pada hari Rabu Kliwon Dungulan dan Selasa Umanis Kuningan juga tidak dibenarkan mengubur mayat dan melakukan upacara ngaben. Pada hari itu para dewa turun dari sorga bestana di kahyangan di dunia. Jika (ketentuan itu) dilanggar, pastilah mendapat kutuk, rohnya menjelma menjadi binatang neraka, cacing, lintah atau ular. Demikianlah prihalnya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 63)
Inilah ucap-ucap Sang Hyang Aji Swamaóðala, ialah ajaran Bhaþàra Sùrya Candra yang diwarisi oleh para Pendeta dari sejak dahulu kala. Yaitu tatacara orang untuk mendapat hari baik, dewasa ayu, untuk melaksanakan upacara kecil, menengah ataupun besar. Baik upacara menyucikan diri, aguntinga dan upacara mengangkat anak untuk melanjutkan keturunan. Inilah hari baik yang mesti didapat yaitu hari: Rebo Umanis Perangbakat Sasih ke 3, 4, 5, tanggal ke 10 adalah hari yang sangat baik, disebut hari Mretabumi. Akibatnya mendapatkan panjang umur anak yang diangkat jarang tertimpa penyakit. Dan orang yang merawat dirinya dengan baik, jaya, bahagian yang didapatnya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 84)
Sabtu Umanis Tolu Sasih ke 5 tanggal ke 13 disebut hari Mretaresi adalah hari baik untuk membangun tempat suci, sanggar. Pahalanya dikasih para dewa. Para Bhùta menunduk horma, berlimpah kemakmuran (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 85)
Kemis Wage Sasih Karo tanggal ke 5 adalah hari baik untuk melaksanakan upacara Agunting. Pahalanya jarang tertimpa penyakit (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 86)
Rebo Wage Sasih ke 5 disebut hari wrediguna adalah hari baik untuk mengupacarai sanggar. Pahalanya mendapat manfaat (wibawa?) (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 87)
Rebo Paing, nuju Guru, Sasih ke 10, tanggal ke 1 disebut hari Wibuh Mretadewa, adalah hari baik untuk menyucikan diri dan bayi. Tetapi tidak boleh dilaksanakan pada hari Kresnapaksa. Laksanakanlah pada hari suklapaksa. Pahalanya berlimpa kebahagiaan dan kemakmuran(Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 88)
Ini adalah tatacara orang menanyakan hari baik kepada sang pendeta mulya. Orang hendaknya menanyakan hari baik untuk melaksanakan upacara yajña sebaiknya sang bertanya menghaturkan, dakûióa, diantaranya; sreh ampinan, buah bancangan, canang atanding, uang 250, dihaturkan kepada Hyang Saraswati, karena beliau perwujudan dan Bhaþàra Trisakti, beliau yang menjaga Khayangan Sang Hyang Saraswati, kalau tidak demikian, nantinya akan menemukan mreta wiûya (makanan menjadi racun) yajña yang dilakukan ditinggalkan oleh Bhagawan Garga (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 89)
Dan janganlah anda bertanya, sastra kebaikan/kebajikan pada sang pendeta, pada waktu Purwani, pahalanya tidak baik, akan disusupi oleh Sang Kala-kali pada akhirnya, prilaku orang yang beryajña, setiap pekerjaan janganlah dilakukan pada Wuku tan Paguru, Sasih tan Patumpek, wulan tan Pasirah, erangan, Kala, Dangu, hati tidak baik untuk menyucikan diri dan mengangkat anak untuk dijadikan anak, pahalanya akan pendek umur (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 90)

Ini adalah Aji Swamaóðala. Swamaóðala adalah tempat berwujud matahari dan bintang. Beliau yang menentukan hari-ahri semuanya. Baik buruknya hari, didalam kitab Wariga yang dianugrahkan oleh sang penddeta di dunia. Beliaulah yang menjaga (menentukan) hidup matinya seseorang di dunia. Beliau berwujud kata-kata, tenaga dan pikiran, bàyu- úabda – idêp (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 91)
Ini adalah hari atau dewasa tidak boleh dipakai untuk orang mati perinciannya: wuku walang hati namanya, sinta, gumbreg, warigadian,kuningan, Pahang, Medangkungan, Prangbakat, Bala, Wayang,Klawu, Watugunung, kalau dilanggar kena kutukan oleh Bhaþàra (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 98)
Ini hari yang tidak boleh dipergunan untuk mengupacarai orang mati, tidak boleh dilalui diantaranya: pada hari Minggu, Landep, pada hari senin, ukir hari selasa, kemis,  jumat, kulantir, merakih hari Rebi, Julungwangi, Lngkir, Pahang, Medangkungan, Menail, Watugunung, Senin, Rabu, Jumat, sungsang, Kuningan, Klurut, Selasa, Kemis, Medangsia, Puju, Matal, Uye, Klawu, Dukut, sabtu, tolu amat buruk, tidak dapat dijalani walaupun melaksanakan kebaikan. Kalau hal ini dilanggar akibatnya mati disambar ayam, seapi, burung, krebayak, disambar petir, dimakan ikan besar (jagul), harimau, dipatuk ulat, mati disawah, mati jauh, mati melahirkan, mati masuk kedalam air, mati masuk kedalam api, menderita penyakit yang tidak disebut-sebut, salah lihat, salah berkata-kata, wabah penyakit meraja lela, menemui keburukan, dikutuk oleh Bhaþàra Guru. Demikian tersebut dalam kitab sastra (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 99)
Ini hari baik (dewasa) mengupacarai mayat, abik, sorga, terbuka perinciannya: landep, julungwangi, klurut, perangbakat, pada hari minggu. Pananggal ke 1, ke 6, ke, (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 100)

Kamis Umanis Sinta, panglong ping 4, baik, Bhaþàra Úiwa menerima atmanya, senang, kaya/sejahtera, dijaga oleh kebaikan namanya, Jumat Umanis, Merakih panglong ping 8, baik, Bhaþàra Guru menerima atma, bekal menikmati kerahayuan namanya. Jumat Pahing Matala pananggal ping 11, baik, senang, berhasil Bhaþàra Úiwa, Paramaúiwa menerima atmanya. Kemis Pon Uye, panglong ping 9, Bhaþàra Sinuhun menerima atma, baik, pikiran senang namanya. Senin Pon Ugu, pananggal ping 3 Bhaþàra Úiwa menerima atmanya, senang, sejahtera rahayu (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 102)
Senin Wage Dukut pananggal ping 11 Bhaþàra Úiwa jagat yang menerima atama, senang, kesucian, kalau lahir kembali senang mempelajari sastra, baik. Senin Pahing, Jumat Pahing namanya Purwaning dina (awalnya hari, apabila pada pananggal ping 1, ping 4, ping 6, ping 8, itu namanya pañca purwani) (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke103)
Ini namanya Kala Têmah tidak boleh dilanggar pada saat melakukan kegiatan, sangat buruk, mengakibatkan kematian namanya. Sinta, Landep, Wariga, warigadian, pada hari senin tidak baikl; Ukir, Selasa, Kemis, Jumat, Sabtu, sama tidak baik; Kulantir, Dungulan pada hari Rabo, tidak baik, Tolu pada hari Senin, Kemis, Jumat adalah tidak baik. Julungwangi, Langkir, Pahang, Medangkungan, Menail, watugunung, pada hari senin, Jumat adalah buruk. Medangsia; Pujut Klawu, Dukut pada hari Minggu, sabtu itu semuanya buruk. Agar selalu diingat oleh yang mengetahui semua hari baik/buruk (dewasa) (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 104)
Kalau Sasih Jyesta, penanggal ping 7, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Sada, panglong ping 7, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Kasa, panglong ping 5, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Karo, penanggal ping 8, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau sasih Katiga, penanggal ping 8, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Kapat, penanggal ping 9, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau sasih Kalima, penanggal ping 13, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Keenem, pananggal ping 8, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Kapitu, penanggal ping 5, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Kaulu, penanggal ping 4, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Kasanga, penanggal ping 7, Wintang Mangan Bumi namanya; Kalau Sasih Kadasa, penanggal ping 10, Wintang Mangan Bumi namanya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 106)
Ini penjelasan tentang Kala Dangu, tidak boleh dilanggar, tempat atau rumahnya kala-kala, kalau dilawan/dilanggar buruk, mati akibatnya, demikian peredarannya Kala Dangu, apabila mamakuh (mendirikan) rumah dan mulai memasuki karang (angaub karang); dan perkawinan (kawin) semua pekerjaan buruk, apabila dilanggar berakibat sakit, bahaya, gila, mengamuk namanya. Demikian khirnya akibatnya, tidak dapat ditawar (ditebus) karena amat samarnya kala itu, karena banyak jenis atau bermacam-macam jenisnya, sang Kala Dangu namanya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 107)
Tempatnya Kala itu, mengikuti turunnya, sesuai dengan semua wuku, lima warna tempat pertemuannya, sesuai dengan semua wuku, uraiannya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 108)
Sinta di Utara tempatnya, sang Kala Dangastra Mangap, sang Kala Mrak, empat buah namanya, diawali dengan ala jatuh, jatuh tanpa sebab, bengkak (beteg bangsel), pingsan dan akhirnya mati (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 109)
Landep di Barat Laut, tempatnya pada tanah/pertiwi, sang Kala Sada Guna-guna, empat banyaknya, Sang Kala Timpang dua banyaknya. Dan lagi akhirnya sakit akibat jatuh, picang, patah, pejen, lumpuh namanya, akhirnya menemui kematian (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 109)

Ukir di Tenggara tempatnya Sang Kala Petang bàyu namanya, tiga jumlahnya, Kala Spaksa Pataka, empat jumlahnya, dan cirinya: pusing, bengong, panas dingin, gelisah, sakit pada emua persendian, ngereres (mati pelan-pelan akibat sakit), sesak nafas, batuk, yang menyebabkan kematian (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 110)
Kulantir, pada pertiwi/tanah tempatnya, sang Kala Bhùta Mngasa, tiga banyaknya, dan Sang Kala Sor menjadi empat, serta pada wuku itu tidak boleh melaksanakan upacara mendirikan bangunan dan mencari rumah, mencari desa. Adapun mulainya segala bentuk kerja di pertiwi, dapat berakibat fatal, bahkan menemui ajal (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 111)
Tolu, tempatnya di Barat Laut, penguasa, Sang Bhùtakala Raksasa yang jumlahnya enam, akibat yang ditinggalkannya sakit gila, suka mengamuk. Gumbreg, tempatnya di tenggara; penguasanya; sang Kala Tapaksa, empat banyaknya, sang Kala Raksasa, jumlahnya empat menjadi delapan, akibat yang ditinggalkannya sakit gila, berkata-kata karuan bahkan dapat menemui ajal. Wariga; bertempat di sembilan penjuru, perwujudan Sang Kala Turunan yang jumlahnya lima, Sang Kala Pati jumlahnya empat, dengan akibat yang ditinggalkannya mati karena jatuh, hingga patah dan remuk, dilarang memanjat ditinggalkannya mati karena jatuh, hingga patah dan remuk dilarang memanjat pohon. Warigadian, tempatnya di Utara; penguasanya, sang Kala Yaciri, Kala Gandara yang jumlahnya enam, kabyoncah, jumlahnya tiga; dengan laki dan perempuan suka berbuat ulah (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 113)
Julungwangi; tempatnya di Barat Daya; penguasanya Sang Kala Nalapati yang jumlahnya enam, akibat yang ditinggalkannya sengsara akibat penyakit, lesu dan mati baranak. Sungsang, tempatnya di timur, berstana Sang Kala berjumlah delapan; Kala bàyubajra berjumlah dua, Kala Wang sanggana berjumlah enam, dengan akibat yang ditinggalkannya, sakit berkepanjangan, batu berat, hingga manamui ajal (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 114)
Dungulan; tempatnya di Timur Sang Kala Desa marep berjumlah dua, sang Kala Kalimbur jumlahnya dua, berpenyakit kulit, sakit kelamin, hingga manamui ajal. Kuningan, tempatnya di Barat, sang Kala Kuning jumlahnya dua, sang Kala Wasatasti yang jumlahnya tiga, menjelmanya berbagai penyakit, sakit beri-beri, sakit paru-paru, hingga manamui ajal. Langkir,  tempatnya di Tenggara, berstana Sang Kala Paksa, dan sang Kala Alpayusa dengan jumlahnya empat, dan Sang Kala Kungpati yang berjumlah dua, selalu dirundung rasa prihatin, sakit berkepanjangan (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 115)
Medangsya, tempatnya di Alam pertiwi, berjumlah tujuh, Sang Kala Mangsayoda jumlahnya empat, dan sang Kala Gutilana jumlahnya dua, Sang Kala Sor, dan lagi pula pada wuku ini pantangan untuk memakuh, pantangan untuk mulai menempati rumah, mulai menempati pekarangan baru, dan segala kegiatan yang berkaitan dengan alam pertiwi semuanya tidak diperbolehkan. Jika dilanggar segala penyakit bermunculan dengan tiba-tiba, dimangsa oelh roh-roh jahat hingga menemui ajal. Pujut bertempat di barat Laut, sang Buta Kala Raksasa Sangga, dengan penyakit gila tak henti-hentinya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 116)
Pahng tempatnya di segala penjuru, sang Kala Dangu dengan seluruh pengikutnya; dan lagi pula wuku ini, tidak diperbolehkan untuk memulai menempati rumah atau pekarangan, jika itu dilanggar akan berakibat tidak baik berpenyakitan kusta, gatal-gatal, dan sakit berkepanjangan. Krulut, tempatnya di selatan, stananya Sang Kala Kingkingan yang berjumlah empat, sang Kala Sura Punggung jumlahnya tiga, dengan akibat yang ditinggalkannya, sengsara karena disisihkan, anal-anak hidupnya sengsara.
Merakih, berstana Sang Kala Sundel jumlahnya lima, sang Kala Ulanyar jumlahnya dua, laki dan perempuan suka berkhianat. Tambir tempatnya di Barat, sang Kala Durga dengan jumlahnya empat sang Katangguran jumlahnya dua, sengsara akibat disakiti oleh guna-guna ilmu hitam. Medangkungan tempatnya di timur, Sang Kala Durga Wisaya berjumlah empat Sang Kala Kipkip berjumlah dua, suami istri sering berdusta. Matal; tempatnya di timur Laut, Sang Kala Marep berjumlah dua, Sang Kala Sirep jumlahnya enam, dengan akibat yang ditinggalkannya, sering kecurian senang berbuat dusta (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 117)
Uye tempatnya di arah Barat, sang Kala Wiûya dengan jumlah empat, Sang Kala dekesan jumlahnya tiga dengan akibat yang ditinggalkan sering disakiti oleh orang-orang dusta. Menial; tempatnya di tenggara, penguasanya, sang Kala Wipasa dengan jumlah empat, sang Kala Anel dengan jumlah tiga, sering bertengkar, angkuh, suka menantang (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 119)
Prangbakat, tempatnya di pertiwi, penguasanya Sang Kala Dangu dan sang Kala Sor serta pengikutnya yang berjumlah tiga, sang Kala Suliwalikatan dengan akibat yang ditinggalkannya, sakit pada perut, sakit pada telinga. Bala, tempatnya di Barat Laut, berstana Sang Kala Medangsah dengan jumlah empat, dengan akibat yang ditinggalkannya, gatal-gatal, dan sakit kulit lainnya di malam hari. Ugu, tempatnya di selatan, berstana Sang Kala Naga jumlahnya enam, dengan akibat yang ditinggalkannya, sakit mendadak, disantap kala, pendarahan tanpa sebab hingga menemui ajal (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 20)
Wayang, tempatnya di angkasa, berstana Sang Kala Mangap yang jumlahnya tiga, Sang Kala Rungsung jumlahnya empat, dengan perwujudannya, jatuh, patah tulang hingga hancur, hingga menemui ajal, dan lagi pula pad wuku wayang tidak boleh memanjat pohon (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 121)
Klawu, tempatnya di utara, pengusanya, sang Kala Nagamaksa yang jumlahnya empat, dengans akit mendadak, suka ngamuk, muntah-muntah, pendarahan hingga menemui ajal. Dukut, bertempat di Barat; penguasa Sang Kala Gaóapati dengan jumlah empat, sang Kala Tungguwan tiga jumlahnya, sakit kepala, pusing-pusing, sering merana, selalu mendapat musibah hingga menemui ajal (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 122)
Watugunung, tempatnya di seluruh Pertiwi (alam tanah), penguasanya Sang Kala Undur-Undur yang jumlahnya sembilan, Sang Kala Rancananen di angkasa tempatnya, Sang Kala Tengah ditengah-tengah tempatnya (Lontar Aji Swamandala, Paragraf ke 123)

Kajian Wariga Dalam Lontar Aji Swamandala
             Lontar Aji Swamandala, banyak hal yang diuraikan terkait dengan wariga. berkaitan dengan ala-ayuning dewasa yang dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan upacara yadnya. Sudah sangat jelas diuraikan tentang padewasan yang nantinya dapat dijadikan pedoman dalam menjalanan suatu upacara. Dalam Lontar Aji Swamandala menguraikan tentang dewasa dewa yadnya, mengubur mayat dan yang lainya yang berkaitan dengan orang meninggal. Serta ala ayuning dewasa dalam sasih, pananggal, panglong panca wara, sapta wara dan uraian tengtang wuku mulai dari sinta hingga watu gungung.

1 komentar: