Jumat, 24 Januari 2014

PROPOSAL PENELITIAN



PROPOSAL PENELITIAN


TRADISI  KELUARGA MABASE TEGEH
RANGKAIAN UPACARA PERKAWINAN
DI DESA CEMPAGA, KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG
(Kajian Pendidikan Agama Hindu)



 












                                         


                                          OLEH

                                   NI MADE SULIARTINI                         
NIM :   10.1.1.1.1.3864







JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2014
PROPOSAL PENELITIAN

TRADISI  KELUARGA MABASE TEGEH
RANGKAIAN UPACARA PERKAWINAN
DI DESA CEMPAGA, KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG
(Kajian Pendidikan Agama Hindu)



 












                                         


                                         

                                   NI MADE SULIARTINI                         
NIM :   10.1.1.1.1.3864









FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR
2014
A         Tradisi Keluarga Mabase Tegeh Rangkaina Upacara  Perkawinan di Desa Cempaga, Kecamatan Banjar Kab Buleleng. (Kajian Pendidikan Agama Hindu)

B         Latar Belakang Penelitian
            Upacara manusa Yadnya merupakan  suatu persembahan yang tulus iklas atau suci, untuk memelihara hidup dan membersihkan lahir batin manusia, mulai dari dalam kandungan sampai akhir hidup manusia. Dengan perkataan lain bahwa upacara Manusa Yadnya adalah korban suci yang tulus iklas untuk keselamatan keturunan serta serta unutk kesejahtraan manusia lainnya, dengan dana puna serta usaha kesejahtraan lainnya yang ditunjukkan untuk kesempurnaan hidup manusia. (Girinata.2009:130)
Tujuan upacara Manusa Yadnya untuk kesucian diri manusai.  Serta diharapakan melalui pelaksanaan upacara Manusa Yadnya dapat mencapai kesucian lahir dan batin. Serta apabila kesucian diri dapat dicapai maka ketenangan dan kenyaman hidup yang berupa kesejahtraan dan kebahagiaan dapat diwujudkan. Jadi pemaknaan dari suatu tujuan pelaksaan upacara dan upakara agar tidak terlewatkan secara sia-sia, maka harus dimaknai dan di jaga kesucian diri lahir maupun batin, yang akan memberikan dampak pada kehidupan.
Terdapat bermacam-macam jenis upacara Manusa Yadnya. Karena upacara  Manusa Yadnya yang paling banyak dilakukan dalam Panca Yadnya, yang menyangkut  upacara dari manusia dalam kandungan hingga tua ada upacaranya. Dan upacaranya tidak sama satu dengan yang lainnya, begitu pula dengan desa kala patra maasing-masing Daerah, yang berbeda-beda upakaranya namun memiliki tujuan yang sama, hanya saja prosesi dan upakara yang digunakan berbeda-beda.
 Upacara Manusa Yadnya menyangkut  mulai dari upacara magedong-gedongan  (bayi dalam kandungan), upacara bayi lahir, upacara kepus pengsed,  upacara nelepas Hawon/ upacara 12 hari, upacara tutug kekambuhan, upacara tiga bulanan atau nyambutin, upacara satu oton, upacara tumbuh gigi, upacara munggah deha, upacara mapandes (upacara ptong gigi), upacara wiwaha (upacara perkawinan). (PHDI, 2001:53).
Upacara perkawinan merupakan upacara yang paling akhir urutanya dari upacara dalam kandungan, manusia lahir, hingga dewasa. Dalam upacara perkawinan tidak hanya ada satu jenis perkawinan, namun ada banyak jenis  perkawinan. Begitupula dengan sistem perkawinannya. Di Bali saja tiadak semua setiap Daerah, masing-masing tidak sama prosesi dan upakara yang digunakan  sesuai dengan tradisi dari masing-masing Daerah.
Perkawinan merupakan memepersatukan dua insan laki-laki dan perempuan dalam ikatan suami istri, yang diatur dalam hukum adat/agama dan UUD.  Dengan tujuan membentuk rumah tangga atau keluarga yang kekal dan bahagia. Perkwinan bukan semata-mata hanya sebagai melampiaskan nafsu birahi, namun bertanggung jawab atas anak-anak, memberikan nafkah, pendidikan dan yang lainnya agar mampu membangun rumah tangga yang kekal dan bahagia. Dalam Manawa Dharmasastra tentang perkawinan diatur dalam sloka
Brahmo daiwastathaiwarsah
Prajapatyastathasurah
Gandharwo raksasaccaiwa
Paicacacca astamo’dhama
                                                (MDS.III.21)
Terjemahan
Macam-macam cara itu ialah: Brahmana Daiwa, Rsi (Arsa), Prajapati, Asura, Gandharwa, Raksasa, dan Paisaca (Pisaca).

Kutipan sloka diatas menguraikan tentang macam-macam perkawinan yang tercantum dalam Manawadharmasastra, mulai dari Brahmana, Daiwa, Rsi, Prajapati, Asura, Gandara, Raksasa  dan Paisaca. Dari perkawinan  yang terpuji seperti brahmana, daiwa, rsi, dan prajapati. Yang terlarang yaitu raksasa dan paisaca. Seyogyanya dapat menjalankan perkawinan yang terpuji.
Terjemhan sloka Manawa Dharmasastra, menguraikan tentang macam-macam perkawinan yang ada. Kutipan sloka Manawa Dhrmasastra sebagi cerminan dalam nantinya akan melakukan perkawinan agar menghindari beberapa jenis perkawinan yang tercela dan merusak moral. Hendaknya dapat memilih dan mampu menjalankan jenis perkwinan dari kutipan sloka Manawa Dharmasastra yang terpuji serta terhormat. Dan menghindari perkawinan seperti, Raksasa Wiwaha.
Jenis atau macam perkawinan yang digunakan akan memberikan dampak kepada keluarga. Jika dalam perkawinan itu tidak didasrkan atas cinta yang tulus dan restu dari kedua belah pihak maka niscaya perkawinan itu tidak akan langgeng dan tidak bahagia. Agar perkawinan itu langgeng dan bahagia haruslah berdasrkan ajaran Agama,  mendapatkan restu dari kedua belah pihak, saling menciatai. Serta sesui dengan peraturan UU. Karena ada beberapa larangan perkawinan dalam UU.
Larangan perkawinan diatur dalam UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 8 dimuat : pertama , berhubungan darah daalm garis keturunan lurus keatas ke bawah (vertikal), seperti kawin dengan ayah/ibu, kakek/nenek, anak, dan sebagainya. Kedua: hubungan darah dalam garis keturunan yang menyamping (horizontal), seperti kawin dengan saudara ayah/ibu, saudara kakek/nenek, saudara kandung dan lain-lain. Ketiga: berhubungan samenda, umpama dengan mertua, menantu, anak tiri, ibu/ayah tiri. Keempat: berhubungan susuan, kelima:  saudara dengan istri atau yang lainnya. serta yang terahir diatur tentang bagi mereka yang memiliki istri lebih dari satu.   (Girinata.2009:144)  
Tujuan perkawinan untuk memproleh keturunan yang suputra yaitu anak hormat pada orangtua, cinta kasih terhdap sesame dan berbhakti kepada Tuhan, perkawinan sebagai yadnya. (Anom.2010:5). Tidak hanya untuk memproleh keturunan melainkan membangun rumah tangga dan membentuk keluarga agar mendaptkan pendamping hidup yang nantinyaa diajak berbagi suka maupun duka serta mempererat tali persaudaraan.
Perkawinan banyak sistem, macam, upacara, upakara serta prosesinya yang bereda-beda. Yang mengundang rasa ingin tahu penulis untuk meneliti tentang perkawinan. Maka dari itu dalam proposal ini penulis meneliti tentang perkawinana. Karena perkawinan , tidak sekedar mempersatukan laki-laki dan perempuan dalam pelaminan, namun dalam perkawinan ada unsur sakral yang berkaitan dengan tradisi dan kepercayaan turun temurun serta berpedoman pada agama dan UU yang mengatur tentang perkawinan
Penulis pada kesempatan ini meneliti tentang tradisi perkawinan yang terdapat di Desa Cempaga, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng yaitu perkawinan “Mabase Tegeh”. Tradisi perkawinan ini sangat unik berbeda dengan tradisi perkawinan yang lainnya. Tradisi perkawinan ini hanya berlaku untuk satu keluarga yaitu Dadia Pasek Gobleg Siwa Muka Bulakan Dalem Tablingan. Tidak semua masyarakat di Desa Cempaga menggunakan sistem perkawinan  Mabase Tegeh”. Tradisi perkawinan ini sangat unik dan menarik untuk diteliti, maka dari itu penulis menggunakan  Mabase Tegeh”sebagai penelitian.
Tradisi perkawinan “Mabase Tegeh” sangat unik, apabila  wanita diambil oleh laki-laki diluar keluargan (lain tunggalan sanggah/dadia) dan di luar Desa maka laki-laki yang mengawini  harus membawa banten Base Tegeh kerumah wanita, banten base tegeh itu berisi uang kepeng sejumblah 1000 keping, karangan, Base Tegeh 2 buah. Jika tidak membawa banten Base Tegeh maka tidak bisa disahkan secara adat. Dan banyak pula orang tua dulu yang menikah tidak Mabase Tegeh setelah meninggal keluarganya kesakitan dan meninta diupacarai Mabase Tegeh.
Desa Cempaga memiliki tradisi yang unik-unik, khususnya tradisi perkawina yang berlaku di Desa Cempaga sangatlah unik, yaitu perkawinan Mabase Tegeh. Tradisi Mabase Tegeh adalah tradisi ini hanya berlaku untuk satu dadia (keluarga) Pasek Gobleg Siwa Muka Bulakan Dalem Tamblingan,  sebagai penghormatan kepada anak gadis  yang di pinang oleh keluarga lain dan dari luar Desa Cempaga, serta sebagai saran pengesahan secara adat. Maka dari itu dalam penelitian ini penulis meneliti tentang tradisi perkawinan yang ada di Desa Cempaga yaitu  Mabase Tegeh.

C         Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1.      Bagaimana prosesi  upacara perkawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga?
2.      Sarana apa saja yang digunakan dalam upacara perawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga?
3.      Apakah ada kaitan tradisi upacara perkawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga dengan nilai Pendidikan Agama Hindu?

D         Tujuan Penelitian
Setiap suatu kegiatan yang dilakukan pastilah memiliki tujuan yang ingin dicapai, begitu pula dengan kegiatan atau penelitian yang saya lakukan di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng.

1.      Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini guna dapat memberikan pemahaman tentang upacara perkawinan Mengkeb Mabase Tegeh di Desa Pedawa kepada masyarakat secara umu serta masyarakat di Desa Pedawa khususnya. Yang nantinya.

2.        Tujuan Khusus.
a.    Ingin  mengetahui tentang Bagaimana prosesi upacara perkawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga?
b.    Sarana apa saja yang digunakan dalam upacara perawinan Mabase Tegeh ?
c.    Apakah ada kaitan tradisi upacara perkawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga dengan nilai Pendidikan Agama Hindu?


E         Manfaat Penelitan
            Setiap penelitian yang dilakukan pasti memiliki manfaat dari penelitian yang dilakukan, minimal bagi dirinya, bagi orang lain serta bagi masyarakat umum.  Begitu pula dengan penelitian yang penulis lakukan tentang perkawinan Mengkeb Mabase Tegeh, diharakan mampu memberikan manfaat yang bersifat  praktis dan manfaat teoritisnya.

1.        Manfaat Teoritis
            Dari penelitian yang dilakukan peneliti adapun maanfaat praktis yang ingin proleh diantarnya:  Agar hasil penelitian atau temuan yang didapat peneliti tentang perkawinan  Mabase Tegeh ada manfaatnya bagi umat Hindu secara umum. Dan khususnya masyarakat Desa Pakraman Desa Cempaga agar menambah wawasan tentang pentingnya upacara perkawinan Mabase Tegeh ini, agar mampu dilestarikan dan dijaga tradisi yang unik yang memiliki nilai serta makna tersendiri.

2.      Manfaat Praktis
           Adapun manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penyusuna proposal ini antaralai:
2.1    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis tentang upacara perkawinan Mabase Tegeh
2.2    Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dalam umat Hindu tentang perkawinan Mabase Tegeh.
2.3    Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan melestarikan masyarakat Cempaga tentang perkawinan Mabase Tegeh.

F          Kajian Pustaka
             Kajian pustaka merupakan hal yang penting dalam penelitian, melalui pustaka yang mendukung penjelasan tentang upacara perkawinan akan memperjelas masalah yang diteliti, sebagai perbandingan dan acuan agar dapat menghindarkan terjadinya penelitian yang sama yang telah diteliti oleh para peneliti sebelumnya. Adapun pustaka-pustaka yang relevan yang mendukung penelitian tentang upacara perkawinan Mengkeb Mabase Tegeh sebagai kajian pustaka sebagai berikut :
            (Wester Marck dalam Anom.2010:1). Perkawinan adalah sebagai suatu hubungan antara laki-laki dengan seorang atau lebih wanita yang diakui oleh Undang-Undang, dan menyangkut hak dan kewajiban tertentu yang mengikat kedua belah pihak yang bersatu menjadi satu dan dalam hubungannya dengan anak-anak yang lahir dari perkawinan
            Rusmini (2001) penelitian yang berjudul “Kajian Tentang Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu Dalam Pelaksanaan Penyepian di Desa Adat Mayong, Kec Seririt Kab Buleleng” menyebutkan bahwa tujuan pengrupukan adalah untuk mengusir bhuta kalaatau kekuatan negative yang membawa malapetaka dan bencana supaya lenyap dari permukaan bumi ini atau kembali ke alamnya masing-masing demi untuk mencapai kesejahtraan dan kebahagiaan umat manusia.
            Karni (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali Setelah Berlakunya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974” menyatakan sahnya perkawinan bagi umat Hindu adalah setelah dilaksanakannya upacara keagamaan tri upasaksi yaitu : saksi kepada Dewa (dewa saksi), saksi kepada manusia (manusa saksi) dan saksi kepada bhuta (bhuta saksi). Pada umumnya perkawinan yang dilakukan dengan meminang dan ngerorod maka upacara sekedarnya yaitu mebeyakaon alit.  Menurut tradisi di desa-desa, setelah upacara ini dilaksanakan maka kedua mempelai sudah bisa pergi ke luar rumah.
            Kontribusi  penelitian Karni yang berjudul “Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali Setelah Berlakunya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974”  Sebagai bahan perbandingan penulis dalam penelitian tradisi perkawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga.
Ramiati (2006), dalam penelitiannya yang berjudul “ Tradisi Naur Kelaci dalam Upacara Perkawinan di Desa Adat Munduk Lumbang, Baturiti,  Tabanan”. Berdasarkan hasil analisis bentuk tradisi Naur Kelaci dapat dilihata dari prosesi upacara dan struktur banten yang dipergunakan. Fungsi tradisi Naur Kelaci memiliki fungsi penguatan, penghormatan kepada tetua, pemujaan kepada leluhur dan yang utama penentuan mempelai berdua telah menjadi krama desa, fungsi  banten disamping sebagai bentuk perwujudan Tuhan, jiwatma kedua mempelai juga sebagai bentuk persembahan dan ucapan terima kasih kepada sang pencipta. Fungsi lainnya adalah pengesahan perkawinan, penentuan status kewargaan, sosial dan sosial ekonomi. Tradisi naur kelaci memiliki makna : pengorbanan kehadapan Tuhan, leluhur, makhluk halus beserta kepada sesama manusia.
Ramiati kontribusinya dalam penelitian yang di lakukan yaitu sebagai bahan perbandingan dan kajian tambahan dalam penelitian tradisi upacra perawinan Mabase Tegeh di Desa Cempa
            Wahyuni (2006) pnelitian yang berjudul “ Tradisi Permainan Megoak-goakan pada hari raya nyepi suatu kearipan local di Desa Panji, Kec Sukasada Kab Buleleng” Tradisi yang dilakukan masyarakat Desa Panji yang penuh dengan berbagai simbol-simbol kearipan lokal yang bermakna harus ditapsirkan. Tradisi Megoak-Goakan merupakan kebudayaan masyarakat Desa Panji yang bercermin dalam ajaran Tri Hita Karana di mana masyarakat harus mampu mengamalkan rasa baktinya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhhi, Pemerintah dan Masyarakat. 
            Artawi (2008:15) dalam skripsi yang berjudul Upacara Sadampati dalam sistem perkawinan Hindu, menyebutkan bahwa perkawinan adalah bentuk persaksian bahwa kedua orang laki dan perempuan meningkatkan diri sebagai suami istri, dan segala akibat perbuatannya menjadi tanggungjawab mereka bersama.
            Penelitian Astuti Artawi merupakan penelitian yang relevan dengan penelitian yang penelus lakukan di Desa Cempaga mengenai perkawinan. Penelitian Astuti berjudul Upacara Sadampati dalam sistem perkawinan Hindu sebagai bahan perbandingan penulis dalam melakukan penelitian.
            Sukajaya (2008) dalam skripsi yang berjudul Kala Badeg dalam upacara perkawinan di Desa Pakraman Karang Suung Kelod Peninjauna Tembuku Bangli. Menyebutkan bahwa perkawinan adalah segala rangkaian aktivitas yang menyangkut ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri yang syah, sehingga dapat melakukan hubungan seksual untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera berdasarkan Ketuhna Yang Maha Esa, terikat pada aturan-aturan tertentu menurut hokum adat dan hokum agama.
           
G         Landasan Konsep
            1.         Tradisi
            Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan.
            Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
            Menurut Burhandhin (1997:82-83) menyatakan bahwa, asal kata dari Tradition yang berarti kebiasaan, adat-istiadat. dalam bahasa Inggris di jelasakan: Tradition=the hending down of statemens, beliefs, legends, customs etc, from generation to generation.  tegasnnya, sesuatu yang dapat dipindahkan turun temurun dari generasi ke generasi dan seterusnya.

            2.         Keluarga
            Keluarga adalah bentuk kesatuan kerjasama yang paling kecil. Keluarga pada umumnya diartikan merupakan ikatan antara ibu, bapak dan anak. Keluarga dimulai setelah seseorang atau seorang anak telah memasuki masa Grahasta. Perkawina adalah gerbang rumah tangga dan seseorang telah tercatat sebagai keluarga baru. Keluarga sebagai kesatuan sosial  telah dikenal sejak jaman dulu, baik dalam adat kebiasaan, rasa keluarga dan sebagai kesatuan bentuk serta tingkah laku masyarakta. (Natih. 1987:28)

            3          Upacara
            Menurut (Surayin 2005:9) Menyebutkan bahwa upacara berasal dari kata upa yang berarti “berhubungan”, dan cara yang berasal dari kata car yang berarti gerak kemudian mendapat akhiran a menjadi kata benda yang berarti “gerak”. Jadi upacra adalah segal sesuatu yang berhubungan dengan gerak atau kegiatan dalam kata lain upacra adalh gerak (pelaksanaan) dari suatu yadnya. Pada umumnya upacara itu adalah bentuk materi yang juga disebut “banten”, sebagai mana diketahui yadnya di Bali selalu dilengkapi dengan sesajen-sesajen (upakara).
            Serta menurut (Wiana 1997: 37-38), menyebutkan Upacara adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “mendekati”. Disamping berarti “mendekati” juga berarti “penghormatan” inti upacara dalam tattwanya memang suatu aktivitas yang mendekatkan manusia dan alam lingkungannya, dengan sesamanya dan dengan Tuhannya. Pendekatan dengan alam lingkungan alam dengan tujuan untuk membangun alam yang Bhutahita artinya alam lingkungan yang sejahtera.
4          Perkawinan
4.1       Pengertian Perkawinan
            Perkawinan adalah ikat lahir batin anatara seorang pria dan seorang wanita yang akan melangsungkan perkawinan. Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita haruslah mendapatkan ijin dari kedua orangtuanya.(Sujaelanto.1998:1)
             Pengertian perkawinan dalam Undang-Undang Perkawinan, UU No. 1 tahun 1974 pasal 1 (tgl 2-1-74). Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
            Perkawinan adalah merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita yang akan melangsungkan perkawinan. Ikatan lahir batin antara antar seorang pria dengan seorang wanita ini haruslah mendapat ijin dari kedua orang tuanya, perkawinan tidak boleh dilakukan karena paksaan atau pengaruh orang lain. (Sujaelanto.2004:1)
Setelah upacara wiwaha maka pasangan pria dan wanita telah dipandang resmi menjadi suami istri (dampati) dan berkewajiban melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Grhastin. Wiwaha menurut Hindu adalah mulia dan luhur karena dengan  akan melahirkan keturunan yang akan menebus dosa leluhurnya. (Anom.2010:4)

4.2   Azas-azas UU Perkawinan, UU nomor 1 tahun 1974
1.         Tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga/rumah tangga yang bahagi dan kekal berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa.
2.         Suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hokum agama yang dianut dan setiap perkawinan harus dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
3.         UU perkawinan mengandung azas monogamy.
4.         Calon suami istri harus telah masuk jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan.
5.         UU ini memuat/menganut prinsip mempersukar perceraian.
6.         Hak dan kedudukan suami istri dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat diatur dalam UU ini.

4.3  Sistem /bentuk perkawinan secara tradisional menurut hukum adat Hindu diBali, yaitu:
1.        Sistem mepadik:
Pihak calon suami meminta datang  ke arah pihak calon istri untuk mengadakan perkawinan, biasanya kedua calon memplai telah saling mengenal dan ada kesepekatan berumah tangga. Dan sistem perkawinan ini di pandang terhormat. Ada 4 tahap pelaksanaan sistem perkawinan ini, yaitu: Meminta, mengambil, nyakapang, ngunya.
2.    Sistem Ngerorod:
Bentuk perkawinan cinta sama cinta berjalan berdua / serta kuarga laki secara resmi tak diketahui keluarga perempuan. Tahapannya: Ngandeg supaya tidak mencari kemana-kemana bahwa ia kawin, apabila keluarga perempuan sangat tidak setuju, biasanya orang yang ngandeg membawa surat pernyataan si wanita bahwa ia kawin karena cinta dan si pengadeg melalui kelian Adat/Dinas, apabila pertama keluarga wanita ingin mengecek keberadaan/kebenaran anaknya, harus mendapat ijin Prajuru Adat/Dinas. Prajuru harus melindungi keluarga pengantin dari gangguan/penculikan kembali oleh keluarga perempuan. Tahap berikutnya meminang, selaanjutnya mapamit/ngunya.
3.    Nyentana:
bentuk perkawinan berdasarkan perubahan status sebagai purusa dari pihak wanita sebagai pradana dari pihak laki.  Tahapannya saam dengan mepadik.
4.    Sistem Melegandang:
bentuk perkawinan secara paksa tidak berdasarkan cita sama cinta (termasuk raksasa dan paisaca wiwaha).
5.    Sistem Nadua Umah:
Kedua tempat baik laki amupun perempuan sama-sama berhak atas keturunan/waris dan upakaranya dikedua tempat.

4.4       Perkawinan Campuran
            Menurut undang-undang perkawinan pasal 57, tentang perkawinan campuran antara mereka yang berbeda kewarga negaraan dan mereka yang berbeda agama. Menurut ordonasi perkawinan campuran, maka hukum agama si suami yang harus diikuti oleh si istri. Adapula perkawinan campuran pada masyraakt hindu Bali tentang kawin nantar kasta.
            Menurut agama Hindu agar perkawinan dianggap sah haruslah kedua calon penganten di samakan dahulu agama dengan upacara Suddhi Wadani, dengan persyratan si wanita lain agama Hindu rela mengikuti agama suwaminya. Perkawinan campuran antar kasta di Bali ada dua macam yaitu:
1.      Wanita kawin naik kepada kasta yang lebih tinggi, setelah diupacarai sah sebagai suwami istri, nama wanita diubah dengan panggilan Jero Made, Jero Nyoman,dll. Tetapi bila lelaki lebih rendah nyentana kerumah kasta yang lebih tinggi belum bisa diterima oleh keluarga besar kasta yang wanita, dan apabila tidak mau menuruti dresta keluarga besar, maka keluarga yang mengagkak laki tidak mau mengikuti dresta keluarga besar, maka keluarga yang mengangkat laki dari kasta lebih rendah itu dipecat atau tidak diajak “mesidikare”.
2.      Wanita atau laki dari kasta yang lebih tinggi turun kawin atau nyeburin kasta yang lebih rendah, maka orang tersebut dipecat dari keluarga kecil maupun kelauarga besar, dan dalam perkawainan sebelumnya diadakan upacara pamatiewangimengelilingi Bale Agung di pura Desa 3x lalu berganti nama kasta yang mengambil, agar keturunannya tidak menjadi rebutan. (Anom.2010:…………)

5          Pendidikan Agama Hindu
            Pendidikan Agama Hindu adalah kaidah-kaidah atau norma-norma yang menuntut manusia untuk selalu berbuat baik demi tercapaiannya hidup rukun secara damai baik lahir maupun batin. Pendidikan harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh sesuai dengan pendidikan yang berlandaskan dengan agama demi terwujudnya harkat dan martabat manusia sebagai makluk hidup sosial yang bisa  mewujudkan hidup rukun berdampingan secara damai.

H         Teori yang di gunakan
            Suatau teori/konsep yang dijadikan dasar penelitian berguna untuk membaca fenomena emferik sehingga konsep/teori ini berfungsi untuk “to understand”, yaitu peneliti dapat mengerti tetang sesuatu merupaakn modal bagi peneliti untuk dapat menjelaskan “to describle” dan kadar lebih tinggi lagi adalah dapat mendiskripsikan secara cermat dan utuh “to explain”. Apabila peneliti sudah dapat menjelaskan ia dapat mengontrol atau mengevaluasi  suatu fenomena dan dapat membuat prediksi terhadap hasil-hasil temuan emperik.  
            Fungsi teori/konsep yang berangkat dari fenmena emperik dapat menjadi instrument untuk mengetahui suatu kondisi yang diinginkan di masa depan, atau disebut juga dengan “to predict”. Dengan teori yang tepat, peneliti dapat mengestimasi/memproyeksikan, tidak menutup kemungkinan kalau melalui teori masa depan dapat diramalkan arah kecendrungannya. (Satrio, Komariah.2011:7)

1.      Teori Struktural-Fungsional
           Teori merupakan sinteseis dari teori fungsionalisme dengan teori strukturalisme. Teori fungsionalisme berbicara soal kebutuhan hidup manusia, dan teori strukturalisme berbicara jaringan kehidupan yang mengatur kebutuhan.
Teori Struktural-Fungsional : Keseimbangan diantara tap-tiap kebudayaan adalah untuk memenuhi kebutuhan (fungsional) melalui hubungan yang harmonis diantara anggota masyarakat. (Artadi.2011:146)
            Teori Struktural-Fungsional untuk membedah rumusan masalah tentang prosesi upacara upacara perkawinan Mabase Tegeh. Teori ini akan dijadikan pembanding dan di jadikan batu loncatan dan dijadikan panduan dalam penyajian data yang akan di sajikan.

2          Teori Religi
            Edurkheim dalam Koentjaraningrat.2005:198, Emosi keagamaan yang mencul itu membutuhkan suatu objek tujuan. Mengenai apa yang menyebabkan bahwa sesuatu hal menjdi obye dari emosi keagamaan, bukanlah terutama sifatnya yang luar biasa atau aneh dan megah, tetapi addanya tekanan berupa anggapan umum dalam masyarakat. Misalanya karena salah satu peristiwa secara kebetulan pernah dialami orang banyak. Obyek yang menjadi tujuan emosi keagamaan juga dapat bersifat sacre (keramat), sebagai lawan dari sifat profane (tidak keramat), yang tidak memiliki nilai keagamaan.
            Masyarakat terdiri dari beribu-ribu suku bangsa masing-masing tentu berbeda-beda pula susunannya, dank arena itu bentu religinya pun berbeda-berbeda, yang secara nyata tampak pada upacara-upacara yang mereka lakukan masing-masing, pada kepercyaan, dan pada mitologinya. (Koentjaraningrat.2005:198). Teori Relgi untuk membedah rumusan masalah yang kedua yaitu: Sarana apa saja yang digunakan dalam upacara perawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga.

3          Teori Konsensus
            Teori kensensus berbunyi “Bahwa nilai-nilai adalah unsure utama dari kehidupan sosial”. Tiap masyarakat menjungjung nilai-nilai tertentu, dan nilai-nilai itulah yang menjadi pengikat satu masyarakat. Nilai-nilai yang dijungjung tinggi mewarnai bentuk pergaulan dan tata krama umum, dan ketidak tentraman dapat terjadi kalau ada prilaku anggota maasyarakat “keluar” dari tata krama umum, dan kepada persona yang demikian dianggap telah melanggar nilai-nilai yang hidup di masyarakat.  (Artadi.2011:147)
Teori Konsensus berpendapat bahwa aturan-aturan kebudayaan suatu masyrakat, atau struktur, menentukan prilaku anggotanya, menyalurkan tindakan-tindakn mereka dengan cara-cara tertentu yang mungkin berbeda dari masyarakat lain. Dalam teori consensus, hal yang sama juga terjadi dalam kehidupan sosial. Individu akan berprilaku sama dalam latr sosial yang sama karena mereka dibatasi oleh aturan-aturan kebudayaan yang sama. (Jones.2010:8-9). Teori ini untuk memedah rumusan masalah yang ke tiga yaitu:  Apakah ada kaitan tradisi upacara perkawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga dengan nilai Pendidikan Agama Hindu.

3.         Teori Nilai
Teori Nilai membahas dua masalah yaitu masalah Etika dan Estetika. Etika membahas tentang baik buruknya tingkah laku manusia sedangkan estetika membahas mengenai keindahan. Pengertian nilai itu adalah harga dimana sesuatu mempunyai nilai karena dia mempunyai harga atau sesuatu itu mempunyai harga karena ia mempunyai nilai. Perbedaan antara nilai sesuatu itu disebabkan sifat nilai itu sendiri. Nilai bersifat ide atau abstrak (tidak nyata). Nilai bukanlah suatu fakta yang dapat ditangkap oleh indra.
4.                  Masalah kebenaran memang tidak terlepas dari nilai, tetapi nilai adalah menurut nilai logika. Tugas teori nilai adalah menyelesaikan masalah etika dan estetika dimana pembahasan tentang nilai ini banyak teori yang dikemukakan oleh beberapa golongan dan mepunyai pandangan yang tidak sama terhadap nilai itu. Seperti nilai yang dikemukakan oleh agama, positivisme, pragmatisme, fvtalisme, hindunisme dan sebagainya. Untuk memedah rumusan masalah yang ketiga Apakah ada kaitan tradisi upacara perkawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga dengan Nilai Pendidikan Agama Hindu.
I           Metode Penelitian
            Penelitian merupakan aktifitas yang menggunakan kekuatan pikir dan aktifitas observasi dengan meggunakan kaidah-kaidah tertentu untuk menghasilkan ilmu pengetahuan guna memecahkan suatu persoalan. Aktifitas pikir dalam penelitian bukaan semata-mata memindahkan teori-teori yang sudah mapan hasil pikir authoritative dan intuitif kedalam suatu rencana penelitian untuk dibuktikan kebenarannya, akan tetapi merupakan aktifitas pikir ilmiah.
            Penelitia  paham bagaimana melakukan penelitian untuk menguji teori-teori atau menemukan yang masih rahasia dengan menggunakan kerangka berpikir yang rasional yang dapat menganalisis data/fakta secara ilmiah sehingga menjadi teori yang teruji kebenarannya dan berarti bagi pemecahan masalah dan pengembangan ilmu. Untuk memproleh teori yang benar, penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah.  (Satrio, Komariah.2011:3-4)

1        Lokasi Penelitian
            Lokasi dari penelitian yang penulis lakukan yaitu di Desa Pakraman Cempaga, Kecamata Banjar Kabupaten Buleleng. Alasan penulis memilih Desa Pakraman Cempaga sebagai tempat penuli untuk melakukan penelitian di Desa ini karena Desa Pakraman Cempaga merupakan salah satu Desa Bali Age yang terdapat di Daerah kabupaten Buleleng. Dan tradisi Upacara perkawinan Mengkeb Mabase Tegeh yang terdapat  Desa Pakraman Cempaga cukup menarik bagi penulis unuk dijadikan bahan penelitian.


2          Jenis Penelitian
            Penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif, yang menyangkut atau berkaitan dengan agama, tradisi dan budaya. Karena penelitian penulis tentanng trdisi upacara perkawinan, maka jenis penelitin penulis termasuk dalam penelitian kualittif.

3          Pendekatan
            Penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak daapt dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif proses suau langkah kerja, formula suatu resep, pengertia-pengertian tentang suatu konsep yang beragam, tata cara suatu budaya dan yang lainnya. menurut (Mulyana:2003 dalam Satrio, Komariah.2011:22-23) pendekatan kualitatif cendrung mengarah pada penelitian yang bersifat naturalistik fenomenologis, dan penelitian etnografi.
            Pendekatan kualitatif atau disebut juga pendekatan naturalistic adalah pendekatan yang menjawa permasalahan penelitiannya memerlukan pemahaman secara mendalam untuk menghasilkan kesimpulan-kesimpulan penelitian dalam konteks waktu dan situasi yang bersangkutan.      
            Penelitian kualitatif merupaakn suatu pendekatan penelitian yang mengungkapkan situasi social tertentu dengan mendiskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diproleh dari situasi yang ailmiah. (Satrio, Komariah.2011:22-23). Jadi pendekatan penelitian kualitatif merupaakn suatu pendekatan yang digunakan untuk mengeksplor suatu fenomena yang berkaitan dengan sosial budaya, bersarkan fakta-fakta yang terdapat dilapanangan.

a    Pendekatan Ex Post Facto
            Kerlingger (1973) penelitian kausal komparatif yang disebut juga sebagai penelitian Ex Post Facto adalah penyelidikan empiris yang sistematis dimana ilmuan tidak mengendalikan variable bebas secara langsung karena eksistensi dari variable telah terjadi, atau karena variable tersbut pada pada dasarnya tidak dimanipulasi. Kesimpulan tentang adanya hubungan diantara variabel tersebut dibuat berdasarkan perbedaan yang mengiringi variabel bebas dan variabel terikat, tanpa intervensi langsung.

4          Subjek dan Objek Penelitian
            Dalam melakukan suatu penelitian yang bersifat akademis, maka sudah tentu harus ditentukan objek penelitiannya.Untuk mencapai suatu penelitian dimaksud, disamping menentukan objek penelitian juga harus menentukan subyek penelitian sebagai sumber pendukung.

4.1  Subjek Penelitian
          Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah masyarakat Hindu di Desa Pakraman Cempaga secara umum dan  khususnya keluarga Dadia Pasek Gobleg Siwa Muka Bulakan Dalem Tambling yang memiliki Tradisi perkawinan Mengkeb Mabase Tegeh yang ditujukan pada anak gadisnya ketika menikah, di Kecamatan Banjar kabupatan Buleleng.
4.2   Objek Penelitian
          Objek Dalam penelitian adalah Tradisi Upacara Perkawinan Mengkeb Tegeh, di Desa Pakraman Cempaga Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.

5.      Metode Penentuan Informan
            Informan adalah orang pada latar penelitian. Fungsinya untuk memberikan informasi tentang situaasi dan kondisi latar penelitian. Seorang informan harus memiliki banyak pengalaman tentang latar penelitian sebagai anggota tim ia dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar peneliti. Seorang informan harus jujur, patuh pada peraturan, suka berbicara, tidak termasuk anggota salah atau kelompok yang mempunyai komplik dalam latar peneliti.
          Penelitian ini menggunakan Purposive Sampling yaitu menetukan subjek/objek sesuai tujuan. meneliti dengan pendekatan kualitatif biasanya sudah ditetapkan tempat yang dituju. Misalnya “pengembangan model sekolah efektif SMA Speksprosnof  Kabupaten Bandung”. Dengan menggunakan pertimbangan pribadi yang sesuai dengan topic penelitian, peneliti memilih subjek/objek sebagai unit analisis. Peneliti memilih unit analisis berdasarkan kebutuhannya dan menggap bahwa unit analisis representatif. (Satori.2011:47)

6.  Jenis dan Sumber Data  
6.1  Data Primer
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan.
Sebelum proses pencarian data sekunder dilakukan, kita perlu melakukan identifikasi kebutuhan terlebih dahulu. identifikasi dapat dilakukan dengan cara membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1) Apakah kita memerlukan data sekunder dalam menyelesaikan masalah yang akan diteliti? 2) Data sekunder seperti apa yang kita butuhkan? Identifikasi data sekunder yang kita butuhkan akan membantu mempercepat dalam pencarian dan penghematan waktu serta biaya.

6.2    Data  Skunder
Data primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data primer yaitu : (1) metode survei dan (2) metode observasi.

7.     Metode Pengumpulan Data
            Fase terpenting dari peneliti adalah pengumpulan data, pengumpulan data tidak lain dari suatu proses pengdaan data menghasilakan temuan, kalau tidak memproleh data. pengumpulan data dalam penelitian ilmah adalah prosedur yang sistematis untuk memproleh data yang diperlukan. dalam penelitian kualitatif teknik pengumpuln data yang dapat dilakukan melalui setting dari berbagai sumber, dan berbagai cara. Dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan dengan menggunakan primer dan sumber skunder.  Sumber primer adalah  data yang langsung memberikan data kepadda peneliti, dan sumber sekunder merupaakn sumber yang tidak langsung memberikan data kepaad peneliti. 
            Instrumen peneliti kualitatif adalah “human istrumen” atau manusia sebagai informan ataupun yang mencari data dan instrument utama. Peneliti kualitatif adalah peneliti itu sendiri sebagai ujung tombak pengumpulan data (Instrumrn). Peneliti terjun secara langsung ke lapangan untuk mengumpulkan sejumblah informasi yang dibutuhkan, dengan menggunakan teknik yang digunakan dapat berupa kegiatan observasi, partisipasi, studi dokumentasi, dan wawancara.

7.1   Observasi
            Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subyek dimana sehari-hari mereka berada dan biasa melakukan aktivitasnya. Ada dua macam observasi yaitu observasi secara langsung maupun observas tidak langsung. Observasi merupakan pengamatan langsung “natural setting” Dengan demikian pengertian observasi kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap objek, situasi, konteks, dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data peneliti. (Satori.2011:104)

7.2   Wawancara  
            Wawancara yang dilakukan adalah untuk melakukan adalah untuk memproleh makna yang raasional, maka observasi perlu dikuatkan dengan wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan dialog langsung dengan sumber data, dan dilakukan secara tak bersetruktur, dimana responden mendapat kebebaasan dan kesempatan untuk mengelukan pikiran, pandangan, dan perasaan secara natural.
            Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan atau Tanya jawab. Wawancara dalam penelitian kualitatif sifatnya mendalam karena ingin mengeksplorasi informasi secara holistik dan jenis dari informan. Wawancara dapat digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan peneliti berkeinginan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan informan lebih mendalam.
            Sebagai pegangan peneliti dalam menggunakan metode interviu adalah bahwa subjek adalah informan yang tahu tentang dirinya sendiri. Dengan demikian mengadakan wawancara pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengali keterangan yang lebih dalam dari sebuah kajian dari sumber yang relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman, pikiran dan sebagainnya. (Satori.2011:129)

7.3   Dokumentasi
            Selain sumber manusia (human resouerces)  melalui observasi dan wawancara sumber lainnya sebagai pendukung yaitu dokum-dokumen tertulis yang resmi ataupun tidak resmi.  Dokumen merupakan catatan pristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Yang dimaksud dokumen adalah catatan kejadian atau pristiwa yang sudah lampau yang dinyatakan dalam bentuk lisan, tulisan dan karya. (Satori.2011:145)

8.     Metode Analisi  Data
            Analisis data adaalh suatu fase penelitian kualitatif yang sangat penting karena melalui analisis data inilah peneliti dapat memproleh wujud dari penelitian yang dilakukannya. Analisis adalah suatu upaya menguraikan menjadi bagian-bagian, sehingga susunan/tatanan bentuk sesuatu yang diurai tampak dengan jelas. Menganalisis adalah suatu aktivitas yang tidak akan sama bentuk dan langkahnya antara satu orang dengan yang lainnya. Namun demikian, apabilan merujuk arti analisis   sebagai suatu upaya mengurai menjadi bagian-bagian, maka peneliti dapat memulai analisis dari fakta-fakta lapangan yang ditemukan. (Satori.2011:97)

8.1   Reduksi Data
            Dilakukan identifikasi terhadap unit/bagian terkecil dalam susunan yang memiliki makna bila dikaitkan dengan focus masalah penelitian. Setelah ditemmuan bagian terkecil dalam data tersebut kemudian dilakukan pengkodean terhadap setiap unit tersebut dengan tujuan agar unit tersebut dapat ditelusuri sumber asalnya. (Satori.2011:96-97)

8.2  Display Data
            Bagian data yang memiliki kesamaan dipilih dan diberi label (nama). Oprasionalisasi mengkatagorikan data dengan cara data yang diproleh  dikatagorisasikan meneurut pokok permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk melihat pola-pola hubungan suatu data lainnya. setiap katagori yang ada dicari kaitannya kemudian dieri label (nama). (Satori.2011:97)


















DAFTAR PUSTAKA


Anom, Ida Bagus. 2010. Perkawinan Menurut Adat Agama Hindu. Denpasara: CV Kayu Mas Agung. 

Artadi, I Ketut. 2011. Kebudayaan Spritual Nilai Makna dan Martabat Kebudayaan Dimensi Tubuh Akal Roh dan Jiwa. Denpaasar: Pusat Bali Posto

Astuti Artawi.2008. Upacara Sadampati dalam Sistem Perkawinan Hindu. Skripsi IHDN: Denpasar

Bangli, I B. 2005.  Mutira Dalam Budaya Hindu. Surabaya: Paramitha.

Girinata, I Made. 2009. Acara Agama Hindu 1. Denpasar : IHDN

Gunawan, Pasek I Ketut. 2012.  Bahan Ajar Siva Siddhanta II. Denpasar: IHDN

Ida Pandita, Mpu Wijaya Nanda. 2005. Tatanan Upakaran Lan Upacara Manusa Yadnya. Surabaya: Paramitha

Karni, 2004, Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali Setelah Berlakunya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Skripsi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi Pokok-Pokok Etnografi. Jakarta: Rineka Cipta

Kusuma, Sri Ananda. 2009.  Aum Upacara Yadnya. Denpasar: CV Kayu Mas

PHDI. 1996. “Panca Yadnya”. Denpasar: Proyek peningkatan sarana dan prasarana kehidupan beragama.

Jones Pip. 2010. Pengantar Teori-teori Sosial. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Pudja G, Rai Sudharta Tjokorda. 2003. Manawa Dharmasastra. Jakarta: Pustaka Mitra Jaya.

Ramiati, 2006. Tradisi Naur Kelaci dalam Upacara Perkawinan di Desa Adat Munduk Lumnang Baturiti Tabanan.
Satori,  Djam’an.  Komariah, Aan. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta
Sujaelanti Arthayasa I Ketut, Suneli Yeti Ketut.1998. Petunjuk Teknis Perkawinan Hindu. Surabaya: Paramitha.
Sukajaya. 2008. Kala Badeg Dalam Upacara Perkawinan di Desa Pakraman Karang Suung Kelod Peninjauan Tembuku Bangli. Skripsi. IHDN: Denpasar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar