PROPOSAL PENELITIAN
TRADISI KELUARGA MABASE
TEGEH
RANGKAIAN UPACARA PERKAWINAN
DI DESA CEMPAGA, KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG
(Kajian Pendidikan Agama Hindu)
OLEH
NI MADE SULIARTINI
NIM : 10.1.1.1.1.3864
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2014
PROPOSAL PENELITIAN
TRADISI KELUARGA MABASE
TEGEH
RANGKAIAN UPACARA PERKAWINAN
DI DESA CEMPAGA, KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG
(Kajian Pendidikan Agama Hindu)
NI MADE SULIARTINI
NIM : 10.1.1.1.1.3864
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2014
A Tradisi Keluarga Mabase Tegeh Rangkaina
Upacara Perkawinan di Desa Cempaga,
Kecamatan Banjar Kab Buleleng. (Kajian Pendidikan Agama Hindu)
B Latar
Belakang Penelitian
Upacara manusa Yadnya
merupakan suatu persembahan yang tulus
iklas atau suci, untuk memelihara hidup dan membersihkan lahir batin manusia,
mulai dari dalam kandungan sampai akhir hidup manusia. Dengan perkataan lain
bahwa upacara Manusa Yadnya adalah korban suci yang tulus iklas untuk
keselamatan keturunan serta serta unutk kesejahtraan manusia lainnya, dengan
dana puna serta usaha kesejahtraan lainnya yang ditunjukkan untuk kesempurnaan
hidup manusia. (Girinata.2009:130)
Tujuan
upacara Manusa Yadnya untuk kesucian diri manusai. Serta diharapakan melalui pelaksanaan upacara
Manusa Yadnya dapat mencapai kesucian lahir dan batin. Serta apabila kesucian
diri dapat dicapai maka ketenangan dan kenyaman hidup yang berupa kesejahtraan
dan kebahagiaan dapat diwujudkan. Jadi pemaknaan dari suatu tujuan pelaksaan
upacara dan upakara agar tidak terlewatkan secara sia-sia, maka harus dimaknai
dan di jaga kesucian diri lahir maupun batin, yang akan memberikan dampak pada
kehidupan.
Terdapat
bermacam-macam jenis upacara Manusa Yadnya. Karena upacara Manusa Yadnya yang paling banyak dilakukan
dalam Panca Yadnya, yang menyangkut upacara
dari manusia dalam kandungan hingga tua ada upacaranya. Dan upacaranya tidak
sama satu dengan yang lainnya, begitu pula dengan desa kala patra
maasing-masing Daerah, yang berbeda-beda upakaranya namun memiliki tujuan yang
sama, hanya saja prosesi dan upakara yang digunakan berbeda-beda.
Upacara Manusa Yadnya menyangkut mulai dari upacara magedong-gedongan (bayi dalam kandungan), upacara bayi lahir,
upacara kepus pengsed, upacara nelepas
Hawon/ upacara 12 hari, upacara tutug kekambuhan, upacara tiga bulanan atau
nyambutin, upacara satu oton, upacara tumbuh gigi, upacara munggah deha,
upacara mapandes (upacara ptong gigi), upacara wiwaha (upacara perkawinan). (PHDI,
2001:53).
Upacara
perkawinan merupakan upacara yang paling akhir urutanya dari upacara dalam
kandungan, manusia lahir, hingga dewasa. Dalam upacara perkawinan tidak hanya
ada satu jenis perkawinan, namun ada banyak jenis perkawinan. Begitupula dengan sistem
perkawinannya. Di Bali saja tiadak semua setiap Daerah, masing-masing tidak
sama prosesi dan upakara yang digunakan sesuai dengan tradisi dari masing-masing
Daerah.
Perkawinan
merupakan memepersatukan dua insan laki-laki dan perempuan dalam ikatan suami
istri, yang diatur dalam hukum adat/agama dan UUD. Dengan tujuan membentuk rumah tangga atau
keluarga yang kekal dan bahagia. Perkwinan bukan semata-mata hanya sebagai
melampiaskan nafsu birahi, namun bertanggung jawab atas anak-anak, memberikan
nafkah, pendidikan dan yang lainnya agar mampu membangun rumah tangga yang
kekal dan bahagia. Dalam Manawa Dharmasastra tentang perkawinan diatur dalam
sloka
Brahmo daiwastathaiwarsah
Prajapatyastathasurah
Gandharwo raksasaccaiwa
Paicacacca astamo’dhama
(MDS.III.21)
Terjemahan
Macam-macam
cara itu ialah: Brahmana Daiwa, Rsi
(Arsa), Prajapati, Asura, Gandharwa,
Raksasa, dan Paisaca (Pisaca).
Kutipan
sloka diatas menguraikan tentang macam-macam perkawinan yang tercantum dalam
Manawadharmasastra, mulai dari Brahmana, Daiwa, Rsi, Prajapati, Asura, Gandara,
Raksasa dan Paisaca. Dari perkawinan yang terpuji seperti brahmana, daiwa, rsi, dan
prajapati. Yang terlarang yaitu raksasa dan paisaca. Seyogyanya dapat
menjalankan perkawinan yang terpuji.
Terjemhan
sloka Manawa Dharmasastra, menguraikan tentang macam-macam perkawinan yang ada.
Kutipan sloka Manawa Dhrmasastra sebagi cerminan dalam nantinya akan melakukan
perkawinan agar menghindari beberapa jenis perkawinan yang tercela dan merusak
moral. Hendaknya dapat memilih dan mampu menjalankan jenis perkwinan dari
kutipan sloka Manawa Dharmasastra yang terpuji serta terhormat. Dan menghindari
perkawinan seperti, Raksasa Wiwaha.
Jenis
atau macam perkawinan yang digunakan akan memberikan dampak kepada keluarga.
Jika dalam perkawinan itu tidak didasrkan atas cinta yang tulus dan restu dari
kedua belah pihak maka niscaya perkawinan itu tidak akan langgeng dan tidak
bahagia. Agar perkawinan itu langgeng dan bahagia haruslah berdasrkan ajaran
Agama, mendapatkan restu dari kedua
belah pihak, saling menciatai. Serta sesui dengan peraturan UU. Karena ada
beberapa larangan perkawinan dalam UU.
Larangan
perkawinan diatur dalam UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 dalam pasal 8 dimuat :
pertama , berhubungan darah daalm garis keturunan lurus keatas ke bawah
(vertikal), seperti kawin dengan ayah/ibu, kakek/nenek, anak, dan sebagainya.
Kedua: hubungan darah dalam garis keturunan yang menyamping (horizontal),
seperti kawin dengan saudara ayah/ibu, saudara kakek/nenek, saudara kandung dan
lain-lain. Ketiga: berhubungan samenda, umpama dengan mertua, menantu, anak
tiri, ibu/ayah tiri. Keempat: berhubungan susuan, kelima: saudara dengan istri atau yang lainnya. serta
yang terahir diatur tentang bagi mereka yang memiliki istri lebih dari satu. (Girinata.2009:144)
Tujuan
perkawinan untuk memproleh keturunan yang suputra yaitu anak hormat pada
orangtua, cinta kasih terhdap sesame dan berbhakti kepada Tuhan, perkawinan
sebagai yadnya. (Anom.2010:5). Tidak hanya untuk memproleh keturunan melainkan
membangun rumah tangga dan membentuk keluarga agar mendaptkan pendamping hidup
yang nantinyaa diajak berbagi suka maupun duka serta mempererat tali persaudaraan.
Perkawinan
banyak sistem, macam, upacara, upakara serta prosesinya yang bereda-beda. Yang
mengundang rasa ingin tahu penulis untuk meneliti tentang perkawinan. Maka dari
itu dalam proposal ini penulis meneliti tentang perkawinana. Karena perkawinan ,
tidak sekedar mempersatukan laki-laki dan perempuan dalam pelaminan, namun
dalam perkawinan ada unsur sakral yang berkaitan dengan tradisi dan kepercayaan
turun temurun serta berpedoman pada agama dan UU yang mengatur tentang
perkawinan
Penulis
pada kesempatan ini meneliti tentang tradisi perkawinan yang terdapat di Desa
Cempaga, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng yaitu perkawinan “Mabase Tegeh”.
Tradisi perkawinan ini sangat unik berbeda dengan tradisi perkawinan yang
lainnya. Tradisi perkawinan ini hanya berlaku untuk satu keluarga yaitu Dadia
Pasek Gobleg Siwa Muka Bulakan Dalem Tablingan. Tidak semua masyarakat di Desa
Cempaga menggunakan sistem perkawinan “Mabase Tegeh”. Tradisi perkawinan ini sangat unik dan menarik untuk
diteliti, maka dari itu penulis menggunakan “Mabase Tegeh”sebagai
penelitian.
Tradisi
perkawinan “Mabase Tegeh” sangat
unik, apabila wanita diambil oleh
laki-laki diluar keluargan (lain tunggalan sanggah/dadia) dan di luar Desa maka
laki-laki yang mengawini harus membawa
banten Base Tegeh kerumah wanita, banten base tegeh itu berisi uang kepeng
sejumblah 1000 keping, karangan, Base
Tegeh 2 buah. Jika tidak membawa banten Base Tegeh maka tidak bisa disahkan
secara adat. Dan banyak pula orang tua dulu yang menikah tidak Mabase Tegeh setelah meninggal
keluarganya kesakitan dan meninta diupacarai Mabase Tegeh.
Desa
Cempaga memiliki tradisi yang unik-unik, khususnya tradisi perkawina yang
berlaku di Desa Cempaga sangatlah unik, yaitu perkawinan Mabase Tegeh. Tradisi Mabase
Tegeh adalah tradisi ini hanya berlaku untuk satu dadia (keluarga) Pasek Gobleg Siwa Muka Bulakan Dalem Tamblingan, sebagai penghormatan kepada anak gadis yang di pinang oleh keluarga lain dan dari
luar Desa Cempaga, serta sebagai saran pengesahan secara adat. Maka dari itu
dalam penelitian ini penulis meneliti tentang tradisi perkawinan yang ada di
Desa Cempaga yaitu Mabase Tegeh.
C Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan
masalah-masalah dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah dalam penelitian
ini, sebagai berikut:
1. Bagaimana
prosesi upacara perkawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga?
2. Sarana
apa saja yang digunakan dalam upacara perawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga?
3. Apakah
ada kaitan tradisi upacara perkawinan Mabase
Tegeh di Desa Cempaga dengan nilai Pendidikan Agama Hindu?
D Tujuan Penelitian
Setiap suatu kegiatan
yang dilakukan pastilah memiliki tujuan yang ingin dicapai, begitu pula dengan
kegiatan atau penelitian yang saya lakukan di Desa Pedawa, Kecamatan Banjar,
Kabupaten Buleleng.
1. Tujuan
Umum
Tujuan umum dari penelitian ini guna
dapat memberikan pemahaman tentang upacara perkawinan Mengkeb Mabase Tegeh di
Desa Pedawa kepada masyarakat secara umu serta masyarakat di Desa Pedawa
khususnya. Yang nantinya.
2.
Tujuan Khusus.
a.
Ingin
mengetahui tentang Bagaimana prosesi upacara perkawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga?
b.
Sarana apa saja yang digunakan dalam
upacara perawinan Mabase Tegeh ?
c.
Apakah ada kaitan tradisi upacara
perkawinan Mabase Tegeh di Desa
Cempaga dengan nilai Pendidikan Agama Hindu?
E Manfaat
Penelitan
Setiap
penelitian yang dilakukan pasti memiliki manfaat dari penelitian yang
dilakukan, minimal bagi dirinya, bagi orang lain serta bagi masyarakat umum. Begitu pula dengan penelitian yang penulis
lakukan tentang perkawinan Mengkeb Mabase Tegeh, diharakan mampu memberikan
manfaat yang bersifat praktis dan
manfaat teoritisnya.
1.
Manfaat Teoritis
Dari penelitian yang dilakukan
peneliti adapun maanfaat praktis yang ingin proleh diantarnya: Agar hasil penelitian atau temuan yang
didapat peneliti tentang perkawinan Mabase Tegeh ada manfaatnya bagi umat Hindu
secara umum. Dan khususnya masyarakat Desa Pakraman Desa Cempaga agar menambah
wawasan tentang pentingnya upacara perkawinan Mabase Tegeh ini, agar mampu
dilestarikan dan dijaga tradisi yang unik yang memiliki nilai serta makna
tersendiri.
2.
Manfaat Praktis
Adapun
manfaat praktis yang ingin dicapai dalam penyusuna proposal ini antaralai:
2.1
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi penulis tentang upacara perkawinan Mabase Tegeh
2.2
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan wawasan dalam umat Hindu tentang perkawinan Mabase Tegeh.
2.3
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah wawasan dan melestarikan masyarakat Cempaga tentang perkawinan Mabase
Tegeh.
F Kajian
Pustaka
Kajian pustaka merupakan hal
yang penting dalam penelitian, melalui pustaka yang mendukung penjelasan
tentang upacara perkawinan akan memperjelas masalah yang diteliti, sebagai
perbandingan dan acuan agar dapat menghindarkan terjadinya penelitian yang sama
yang telah diteliti oleh para peneliti sebelumnya. Adapun pustaka-pustaka yang
relevan yang mendukung penelitian tentang upacara perkawinan Mengkeb Mabase
Tegeh sebagai kajian pustaka sebagai berikut :
(Wester
Marck dalam Anom.2010:1). Perkawinan adalah sebagai suatu hubungan antara
laki-laki dengan seorang atau lebih wanita yang diakui oleh Undang-Undang, dan
menyangkut hak dan kewajiban tertentu yang mengikat kedua belah pihak yang
bersatu menjadi satu dan dalam hubungannya dengan anak-anak yang lahir dari
perkawinan
Rusmini (2001) penelitian yang
berjudul “Kajian Tentang Nilai-nilai Pendidikan Agama Hindu Dalam Pelaksanaan
Penyepian di Desa Adat Mayong, Kec Seririt Kab Buleleng” menyebutkan bahwa
tujuan pengrupukan adalah untuk mengusir bhuta kalaatau kekuatan negative yang
membawa malapetaka dan bencana supaya lenyap dari permukaan bumi ini atau
kembali ke alamnya masing-masing demi untuk mencapai kesejahtraan dan
kebahagiaan umat manusia.
Karni (2004), dalam penelitiannya yang berjudul “Sahnya Perkawinan
Menurut Hukum Adat Bali Setelah Berlakunya Undang-undang Perkawinan Nomor 1
Tahun 1974” menyatakan sahnya perkawinan bagi umat Hindu adalah setelah
dilaksanakannya upacara keagamaan tri
upasaksi yaitu : saksi kepada Dewa
(dewa saksi), saksi kepada manusia (manusa saksi) dan saksi kepada bhuta (bhuta saksi). Pada
umumnya perkawinan yang dilakukan dengan meminang
dan ngerorod maka upacara sekedarnya
yaitu mebeyakaon alit. Menurut tradisi di desa-desa, setelah upacara
ini dilaksanakan maka kedua mempelai sudah bisa pergi ke luar rumah.
Kontribusi penelitian
Karni yang berjudul “Sahnya
Perkawinan Menurut Hukum Adat Bali Setelah Berlakunya Undang-undang Perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974”
Sebagai bahan perbandingan penulis dalam penelitian tradisi perkawinan Mabase Tegeh di Desa Cempaga.
Ramiati (2006), dalam penelitiannya yang berjudul “ Tradisi Naur Kelaci
dalam Upacara Perkawinan di Desa Adat Munduk Lumbang, Baturiti, Tabanan”. Berdasarkan hasil analisis bentuk
tradisi Naur Kelaci dapat dilihata dari prosesi upacara dan struktur banten
yang dipergunakan. Fungsi tradisi Naur Kelaci memiliki fungsi penguatan,
penghormatan kepada tetua, pemujaan kepada leluhur dan yang utama penentuan
mempelai berdua telah menjadi krama desa, fungsi banten disamping sebagai bentuk perwujudan
Tuhan, jiwatma kedua mempelai juga sebagai bentuk persembahan dan ucapan terima
kasih kepada sang pencipta. Fungsi lainnya adalah pengesahan perkawinan,
penentuan status kewargaan, sosial dan sosial ekonomi. Tradisi naur kelaci
memiliki makna : pengorbanan kehadapan Tuhan, leluhur, makhluk halus beserta
kepada sesama manusia.
Ramiati kontribusinya dalam penelitian yang di lakukan yaitu sebagai bahan
perbandingan dan kajian tambahan dalam penelitian tradisi
upacra perawinan Mabase Tegeh di Desa
Cempa
Wahyuni (2006) pnelitian yang
berjudul “ Tradisi Permainan Megoak-goakan pada hari raya nyepi suatu kearipan
local di Desa Panji, Kec Sukasada Kab Buleleng” Tradisi yang dilakukan
masyarakat Desa Panji yang penuh dengan berbagai simbol-simbol kearipan lokal
yang bermakna harus ditapsirkan. Tradisi Megoak-Goakan merupakan kebudayaan
masyarakat Desa Panji yang bercermin dalam ajaran Tri Hita Karana di mana
masyarakat harus mampu mengamalkan rasa baktinya ke hadapan Ida Sang Hyang
Widhhi, Pemerintah dan Masyarakat.
Artawi (2008:15) dalam skripsi yang
berjudul Upacara Sadampati dalam sistem perkawinan Hindu, menyebutkan bahwa
perkawinan adalah bentuk persaksian bahwa kedua orang laki dan perempuan
meningkatkan diri sebagai suami istri, dan segala akibat perbuatannya menjadi
tanggungjawab mereka bersama.
Penelitian Astuti Artawi merupakan
penelitian yang relevan dengan penelitian yang penelus lakukan di Desa Cempaga
mengenai perkawinan. Penelitian Astuti berjudul Upacara Sadampati dalam sistem
perkawinan Hindu sebagai bahan perbandingan penulis dalam melakukan penelitian.
Sukajaya (2008) dalam skripsi yang
berjudul Kala Badeg dalam upacara perkawinan di Desa Pakraman Karang Suung
Kelod Peninjauna Tembuku Bangli. Menyebutkan bahwa perkawinan adalah segala
rangkaian aktivitas yang menyangkut ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri yang syah, sehingga dapat melakukan hubungan
seksual untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera berdasarkan Ketuhna Yang Maha Esa, terikat pada
aturan-aturan tertentu menurut hokum adat dan hokum agama.
G Landasan
Konsep
1. Tradisi
Tradisi
merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu
lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari nenek moyang. Tradisi
dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu
sehingga menjadi kebiasaan.
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang
paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan
menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah
adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis
maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Menurut
Burhandhin (1997:82-83) menyatakan bahwa, asal kata dari Tradition yang berarti kebiasaan, adat-istiadat. dalam bahasa
Inggris di jelasakan: Tradition=the
hending down of statemens, beliefs, legends, customs etc, from generation to
generation. tegasnnya, sesuatu yang
dapat dipindahkan turun temurun dari generasi ke generasi dan seterusnya.
2. Keluarga
Keluarga
adalah bentuk kesatuan kerjasama yang paling kecil. Keluarga pada umumnya
diartikan merupakan ikatan antara ibu, bapak dan anak. Keluarga dimulai setelah
seseorang atau seorang anak telah memasuki masa Grahasta. Perkawina adalah gerbang rumah tangga dan seseorang telah
tercatat sebagai keluarga baru. Keluarga sebagai kesatuan sosial telah dikenal sejak jaman dulu, baik dalam
adat kebiasaan, rasa keluarga dan sebagai kesatuan bentuk serta tingkah laku
masyarakta. (Natih. 1987:28)
3 Upacara
Menurut (Surayin 2005:9) Menyebutkan
bahwa upacara berasal dari kata upa yang
berarti “berhubungan”, dan cara yang
berasal dari kata car yang berarti
gerak kemudian mendapat akhiran a
menjadi kata benda yang berarti “gerak”. Jadi upacra adalah segal sesuatu yang
berhubungan dengan gerak atau kegiatan dalam kata lain upacra adalh gerak
(pelaksanaan) dari suatu yadnya. Pada
umumnya upacara itu adalah bentuk materi yang juga disebut “banten”, sebagai mana diketahui yadnya di Bali selalu dilengkapi dengan
sesajen-sesajen (upakara).
Serta menurut (Wiana 1997: 37-38),
menyebutkan Upacara adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Sanskerta yang
berarti “mendekati”. Disamping berarti “mendekati” juga berarti “penghormatan”
inti upacara dalam tattwanya memang suatu aktivitas yang mendekatkan manusia
dan alam lingkungannya, dengan sesamanya dan dengan Tuhannya. Pendekatan dengan
alam lingkungan alam dengan tujuan untuk membangun alam yang Bhutahita artinya alam lingkungan yang
sejahtera.
4
Perkawinan
4.1 Pengertian Perkawinan
Perkawinan adalah ikat lahir batin
anatara seorang pria dan seorang wanita yang akan melangsungkan perkawinan.
Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita haruslah
mendapatkan ijin dari kedua orangtuanya.(Sujaelanto.1998:1)
Pengertian perkawinan dalam Undang-Undang
Perkawinan, UU No. 1 tahun 1974 pasal 1 (tgl 2-1-74). Perkawinan ialah ikatan
lahir batin antara pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Perkawinan adalah merupakan
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita yang akan
melangsungkan perkawinan. Ikatan lahir batin antara antar seorang pria dengan
seorang wanita ini haruslah mendapat ijin dari kedua orang tuanya, perkawinan
tidak boleh dilakukan karena paksaan atau pengaruh orang lain. (Sujaelanto.2004:1)
Setelah
upacara wiwaha maka pasangan pria dan wanita telah dipandang resmi menjadi
suami istri (dampati) dan berkewajiban melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai
Grhastin. Wiwaha menurut Hindu adalah
mulia dan luhur karena dengan akan
melahirkan keturunan yang akan menebus dosa leluhurnya. (Anom.2010:4)
4.2 Azas-azas UU Perkawinan, UU nomor 1 tahun
1974
1.
Tujuan perkawinan untuk membentuk
keluarga/rumah tangga yang bahagi dan kekal berdasarkan Ketuhana Yang Maha Esa.
2.
Suatu perkawinan adalah sah bilamana
dilakukan menurut hokum agama yang dianut dan setiap perkawinan harus dicatat
menurut perundang-undangan yang berlaku.
3.
UU perkawinan mengandung azas monogamy.
4.
Calon suami istri harus telah masuk jiwa
raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan.
5.
UU ini memuat/menganut prinsip
mempersukar perceraian.
6.
Hak dan kedudukan suami istri dalam
kehidupan rumah tangga dan masyarakat diatur dalam UU ini.
4.3 Sistem
/bentuk perkawinan secara tradisional menurut hukum adat Hindu diBali, yaitu:
1.
Sistem mepadik:
Pihak
calon suami meminta datang ke arah pihak
calon istri untuk mengadakan perkawinan, biasanya kedua calon memplai telah
saling mengenal dan ada kesepekatan berumah tangga. Dan sistem perkawinan ini
di pandang terhormat. Ada 4 tahap pelaksanaan sistem perkawinan ini, yaitu:
Meminta, mengambil, nyakapang, ngunya.
2. Sistem Ngerorod:
Bentuk
perkawinan cinta sama cinta berjalan berdua / serta kuarga laki secara resmi
tak diketahui keluarga perempuan. Tahapannya: Ngandeg supaya tidak mencari
kemana-kemana bahwa ia kawin, apabila keluarga perempuan sangat tidak setuju,
biasanya orang yang ngandeg membawa surat pernyataan si wanita bahwa ia kawin
karena cinta dan si pengadeg melalui kelian Adat/Dinas, apabila pertama
keluarga wanita ingin mengecek keberadaan/kebenaran anaknya, harus mendapat
ijin Prajuru Adat/Dinas. Prajuru harus melindungi keluarga pengantin dari
gangguan/penculikan kembali oleh keluarga perempuan. Tahap berikutnya meminang,
selaanjutnya mapamit/ngunya.
3. Nyentana:
bentuk
perkawinan berdasarkan perubahan status sebagai purusa dari pihak wanita
sebagai pradana dari pihak laki.
Tahapannya saam dengan mepadik.
4. Sistem
Melegandang:
bentuk
perkawinan secara paksa tidak berdasarkan cita sama cinta (termasuk raksasa dan
paisaca wiwaha).
5. Sistem
Nadua Umah:
Kedua
tempat baik laki amupun perempuan sama-sama berhak atas keturunan/waris dan
upakaranya dikedua tempat.
4.4 Perkawinan Campuran
Menurut
undang-undang perkawinan pasal 57, tentang perkawinan campuran antara mereka
yang berbeda kewarga negaraan dan mereka yang berbeda agama. Menurut ordonasi
perkawinan campuran, maka hukum agama si suami yang harus diikuti oleh si
istri. Adapula perkawinan campuran pada masyraakt hindu Bali tentang kawin
nantar kasta.
Menurut agama Hindu agar perkawinan
dianggap sah haruslah kedua calon penganten di samakan dahulu agama dengan
upacara Suddhi Wadani, dengan persyratan si wanita lain agama Hindu rela
mengikuti agama suwaminya. Perkawinan campuran antar kasta di Bali ada dua
macam yaitu:
1. Wanita
kawin naik kepada kasta yang lebih tinggi, setelah diupacarai sah sebagai
suwami istri, nama wanita diubah dengan panggilan Jero Made, Jero Nyoman,dll.
Tetapi bila lelaki lebih rendah nyentana kerumah kasta yang lebih tinggi belum
bisa diterima oleh keluarga besar kasta yang wanita, dan apabila tidak mau
menuruti dresta keluarga besar, maka keluarga yang mengagkak laki tidak mau
mengikuti dresta keluarga besar, maka keluarga yang mengangkat laki dari kasta lebih
rendah itu dipecat atau tidak diajak “mesidikare”.
2. Wanita
atau laki dari kasta yang lebih tinggi turun kawin atau nyeburin kasta yang
lebih rendah, maka orang tersebut dipecat dari keluarga kecil maupun kelauarga
besar, dan dalam perkawainan sebelumnya diadakan upacara
pamatiewangimengelilingi Bale Agung di pura Desa 3x lalu berganti nama kasta
yang mengambil, agar keturunannya tidak menjadi rebutan. (Anom.2010:…………)
5 Pendidikan
Agama Hindu
Pendidikan
Agama Hindu adalah kaidah-kaidah atau norma-norma yang menuntut manusia untuk
selalu berbuat baik demi tercapaiannya hidup rukun secara damai baik lahir
maupun batin. Pendidikan harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh sesuai
dengan pendidikan yang berlandaskan dengan agama demi terwujudnya harkat dan
martabat manusia sebagai makluk hidup sosial yang bisa mewujudkan hidup rukun berdampingan secara
damai.
H Teori
yang di gunakan
Suatau teori/konsep yang dijadikan
dasar penelitian berguna untuk membaca fenomena emferik sehingga konsep/teori
ini berfungsi untuk “to understand”, yaitu
peneliti dapat mengerti tetang sesuatu merupaakn modal bagi peneliti untuk
dapat menjelaskan “to describle” dan
kadar lebih tinggi lagi adalah dapat mendiskripsikan secara cermat dan utuh “to explain”. Apabila peneliti sudah
dapat menjelaskan ia dapat mengontrol atau mengevaluasi suatu fenomena dan dapat membuat prediksi
terhadap hasil-hasil temuan emperik.
Fungsi teori/konsep yang berangkat
dari fenmena emperik dapat menjadi instrument untuk mengetahui suatu kondisi
yang diinginkan di masa depan, atau disebut juga dengan “to predict”. Dengan teori yang tepat, peneliti dapat
mengestimasi/memproyeksikan, tidak menutup kemungkinan kalau melalui teori masa
depan dapat diramalkan arah kecendrungannya. (Satrio, Komariah.2011:7)
1. Teori Struktural-Fungsional
Teori
merupakan sinteseis dari teori fungsionalisme dengan teori strukturalisme.
Teori fungsionalisme berbicara soal kebutuhan hidup manusia, dan teori
strukturalisme berbicara jaringan kehidupan yang mengatur kebutuhan.
Teori
Struktural-Fungsional : Keseimbangan diantara tap-tiap kebudayaan adalah untuk
memenuhi kebutuhan (fungsional) melalui hubungan yang harmonis diantara anggota
masyarakat. (Artadi.2011:146)
Teori Struktural-Fungsional untuk
membedah rumusan masalah tentang prosesi upacara upacara perkawinan Mabase Tegeh. Teori ini akan dijadikan
pembanding dan di jadikan batu loncatan dan dijadikan panduan dalam penyajian
data yang akan di sajikan.
2 Teori
Religi
Edurkheim
dalam Koentjaraningrat.2005:198, Emosi keagamaan yang mencul itu membutuhkan
suatu objek tujuan. Mengenai apa yang menyebabkan bahwa sesuatu hal menjdi obye
dari emosi keagamaan, bukanlah terutama sifatnya yang luar biasa atau aneh dan
megah, tetapi addanya tekanan berupa anggapan umum dalam masyarakat. Misalanya
karena salah satu peristiwa secara kebetulan pernah dialami orang banyak. Obyek
yang menjadi tujuan emosi keagamaan juga dapat bersifat sacre (keramat), sebagai lawan dari sifat profane (tidak keramat),
yang tidak memiliki nilai keagamaan.
Masyarakat terdiri dari beribu-ribu
suku bangsa masing-masing tentu berbeda-beda pula susunannya, dank arena itu
bentu religinya pun berbeda-berbeda, yang secara nyata tampak pada
upacara-upacara yang mereka lakukan masing-masing, pada kepercyaan, dan pada
mitologinya. (Koentjaraningrat.2005:198). Teori Relgi untuk membedah rumusan
masalah yang kedua yaitu: Sarana apa saja yang digunakan dalam upacara
perawinan Mabase Tegeh di Desa
Cempaga.
3 Teori
Konsensus
Teori
kensensus berbunyi “Bahwa nilai-nilai adalah unsure utama dari kehidupan sosial”.
Tiap masyarakat menjungjung nilai-nilai tertentu, dan nilai-nilai itulah yang
menjadi pengikat satu masyarakat. Nilai-nilai yang dijungjung tinggi mewarnai
bentuk pergaulan dan tata krama umum, dan ketidak tentraman dapat terjadi kalau
ada prilaku anggota maasyarakat “keluar” dari tata krama umum, dan kepada
persona yang demikian dianggap telah melanggar nilai-nilai yang hidup di
masyarakat. (Artadi.2011:147)
Teori Konsensus
berpendapat bahwa aturan-aturan kebudayaan suatu masyrakat, atau struktur, menentukan prilaku anggotanya,
menyalurkan tindakan-tindakn mereka dengan cara-cara tertentu yang mungkin
berbeda dari masyarakat lain. Dalam teori consensus, hal yang sama juga terjadi
dalam kehidupan sosial. Individu akan berprilaku sama dalam latr sosial yang
sama karena mereka dibatasi oleh aturan-aturan kebudayaan yang sama.
(Jones.2010:8-9). Teori ini untuk memedah rumusan masalah yang ke tiga
yaitu: Apakah ada kaitan tradisi upacara
perkawinan Mabase Tegeh di Desa
Cempaga dengan nilai Pendidikan Agama Hindu.
3.
Teori Nilai
Teori Nilai membahas dua masalah
yaitu masalah Etika dan Estetika. Etika membahas tentang baik
buruknya tingkah laku manusia sedangkan estetika membahas mengenai keindahan.
Pengertian nilai itu adalah harga dimana sesuatu mempunyai nilai karena dia
mempunyai harga atau sesuatu itu mempunyai harga karena ia mempunyai nilai.
Perbedaan antara nilai sesuatu itu disebabkan sifat nilai itu sendiri. Nilai
bersifat ide atau abstrak (tidak nyata). Nilai bukanlah suatu fakta yang dapat
ditangkap oleh indra.
4.
Masalah
kebenaran memang tidak terlepas dari nilai, tetapi nilai adalah menurut nilai
logika. Tugas teori nilai adalah menyelesaikan masalah etika dan estetika
dimana pembahasan tentang nilai ini banyak teori yang dikemukakan oleh beberapa
golongan dan mepunyai pandangan yang tidak sama terhadap nilai itu. Seperti
nilai yang dikemukakan oleh agama, positivisme, pragmatisme, fvtalisme,
hindunisme dan sebagainya. Untuk memedah rumusan masalah yang ketiga Apakah
ada kaitan tradisi upacara perkawinan Mabase
Tegeh di Desa Cempaga dengan Nilai Pendidikan Agama Hindu.
I Metode
Penelitian
Penelitian merupakan aktifitas yang
menggunakan kekuatan pikir dan aktifitas observasi dengan meggunakan
kaidah-kaidah tertentu untuk menghasilkan ilmu pengetahuan guna memecahkan
suatu persoalan. Aktifitas pikir dalam penelitian bukaan semata-mata memindahkan
teori-teori yang sudah mapan hasil pikir authoritative dan intuitif kedalam
suatu rencana penelitian untuk dibuktikan kebenarannya, akan tetapi merupakan
aktifitas pikir ilmiah.
Penelitia paham bagaimana melakukan penelitian untuk
menguji teori-teori atau menemukan yang masih rahasia dengan menggunakan
kerangka berpikir yang rasional yang dapat menganalisis data/fakta secara
ilmiah sehingga menjadi teori yang teruji kebenarannya dan berarti bagi
pemecahan masalah dan pengembangan ilmu. Untuk memproleh teori yang benar,
penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah. (Satrio, Komariah.2011:3-4)
1
Lokasi
Penelitian
Lokasi dari penelitian yang penulis
lakukan yaitu di Desa Pakraman Cempaga, Kecamata Banjar Kabupaten Buleleng.
Alasan penulis memilih Desa Pakraman Cempaga sebagai tempat penuli untuk
melakukan penelitian di Desa ini karena Desa Pakraman Cempaga merupakan salah
satu Desa Bali Age yang terdapat di Daerah kabupaten Buleleng. Dan tradisi
Upacara perkawinan Mengkeb Mabase Tegeh yang terdapat Desa Pakraman Cempaga cukup menarik bagi
penulis unuk dijadikan bahan penelitian.
2 Jenis
Penelitian
Penulis
menggunakan jenis penelitian kualitatif, yang menyangkut atau berkaitan dengan
agama, tradisi dan budaya. Karena penelitian penulis tentanng trdisi upacara
perkawinan, maka jenis penelitin penulis termasuk dalam penelitian kualittif.
3 Pendekatan
Penelitian kualitatif dilakukan
karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak daapt
dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif proses suau langkah kerja, formula
suatu resep, pengertia-pengertian tentang suatu konsep yang beragam, tata cara
suatu budaya dan yang lainnya. menurut (Mulyana:2003 dalam Satrio,
Komariah.2011:22-23) pendekatan
kualitatif cendrung mengarah pada penelitian yang bersifat naturalistik
fenomenologis, dan penelitian etnografi.
Pendekatan kualitatif atau disebut
juga pendekatan naturalistic adalah pendekatan yang menjawa permasalahan
penelitiannya memerlukan pemahaman secara mendalam untuk menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan penelitian dalam konteks waktu dan situasi yang bersangkutan.
Penelitian kualitatif merupaakn
suatu pendekatan penelitian yang mengungkapkan situasi social tertentu dengan
mendiskripsikan kenyataan secara benar, dibentuk oleh kata-kata berdasarkan
teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan yang diproleh dari situasi
yang ailmiah. (Satrio, Komariah.2011:22-23).
Jadi pendekatan penelitian kualitatif merupaakn suatu pendekatan yang digunakan
untuk mengeksplor suatu fenomena yang berkaitan dengan sosial budaya, bersarkan
fakta-fakta yang terdapat dilapanangan.
a
Pendekatan Ex Post Facto
Kerlingger
(1973) penelitian kausal komparatif yang disebut juga sebagai penelitian Ex Post Facto adalah penyelidikan
empiris yang sistematis dimana ilmuan tidak mengendalikan variable bebas secara
langsung karena eksistensi dari variable telah terjadi, atau karena variable
tersbut pada pada dasarnya tidak dimanipulasi. Kesimpulan tentang adanya hubungan
diantara variabel tersebut dibuat berdasarkan perbedaan yang mengiringi
variabel bebas dan variabel terikat, tanpa intervensi langsung.
4 Subjek dan Objek Penelitian
Dalam melakukan suatu
penelitian yang bersifat akademis, maka sudah tentu harus ditentukan objek
penelitiannya.Untuk mencapai suatu penelitian dimaksud, disamping menentukan
objek penelitian juga harus menentukan subyek penelitian sebagai sumber
pendukung.
4.1 Subjek
Penelitian
Subjek penelitian dalam
penelitian ini adalah masyarakat Hindu di Desa Pakraman Cempaga secara umum dan
khususnya keluarga Dadia Pasek Gobleg Siwa Muka Bulakan Dalem Tambling
yang memiliki Tradisi perkawinan Mengkeb
Mabase Tegeh yang ditujukan pada anak gadisnya ketika menikah, di Kecamatan
Banjar kabupatan Buleleng.
4.2 Objek Penelitian
Objek Dalam penelitian adalah
Tradisi Upacara Perkawinan Mengkeb Tegeh,
di Desa Pakraman Cempaga Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.
5. Metode Penentuan Informan
Informan
adalah orang pada latar penelitian. Fungsinya untuk memberikan informasi
tentang situaasi dan kondisi latar penelitian. Seorang informan harus memiliki
banyak pengalaman tentang latar penelitian sebagai anggota tim ia dapat
memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai-nilai, sikap,
bangunan, proses, dan kebudayaan yang menjadi latar peneliti. Seorang informan
harus jujur, patuh pada peraturan, suka berbicara, tidak termasuk anggota salah
atau kelompok yang mempunyai komplik dalam latar peneliti.
Penelitian ini menggunakan
Purposive Sampling yaitu menetukan
subjek/objek sesuai tujuan. meneliti dengan pendekatan kualitatif biasanya
sudah ditetapkan tempat yang dituju. Misalnya “pengembangan model sekolah
efektif SMA Speksprosnof Kabupaten
Bandung”. Dengan menggunakan pertimbangan pribadi yang sesuai dengan topic
penelitian, peneliti memilih subjek/objek sebagai unit analisis. Peneliti
memilih unit analisis berdasarkan kebutuhannya dan menggap bahwa unit analisis
representatif. (Satori.2011:47)
6.
Jenis
dan Sumber Data
6.1
Data Primer
Data
sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data
sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah
tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak
dipublikasikan.
Sebelum
proses pencarian data sekunder dilakukan, kita perlu melakukan identifikasi
kebutuhan terlebih dahulu. identifikasi dapat dilakukan dengan cara membuat
pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: 1) Apakah kita memerlukan data sekunder
dalam menyelesaikan masalah yang akan diteliti? 2) Data sekunder seperti apa
yang kita butuhkan? Identifikasi data sekunder yang kita butuhkan akan membantu
mempercepat dalam pencarian dan penghematan waktu serta biaya.
6.2 Data Skunder
Data
primer merupakan sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak
melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara
individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),
kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang digunakan untuk
mendapatkan data primer yaitu : (1) metode survei dan (2) metode observasi.
7. Metode Pengumpulan Data
Fase
terpenting dari peneliti adalah pengumpulan data, pengumpulan data tidak lain
dari suatu proses pengdaan data menghasilakan temuan, kalau tidak memproleh
data. pengumpulan data dalam penelitian ilmah adalah prosedur yang sistematis
untuk memproleh data yang diperlukan. dalam penelitian kualitatif teknik
pengumpuln data yang dapat dilakukan melalui setting dari berbagai sumber, dan
berbagai cara. Dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan dengan
menggunakan primer dan sumber skunder.
Sumber primer adalah data yang
langsung memberikan data kepadda peneliti, dan sumber sekunder merupaakn sumber
yang tidak langsung memberikan data kepaad peneliti.
Instrumen peneliti kualitatif adalah
“human istrumen” atau manusia sebagai
informan ataupun yang mencari data dan instrument utama. Peneliti kualitatif
adalah peneliti itu sendiri sebagai ujung tombak pengumpulan data (Instrumrn).
Peneliti terjun secara langsung ke lapangan untuk mengumpulkan sejumblah
informasi yang dibutuhkan, dengan menggunakan teknik yang digunakan dapat
berupa kegiatan observasi, partisipasi, studi dokumentasi, dan wawancara.
7.1 Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan
data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subyek dimana sehari-hari mereka
berada dan biasa melakukan aktivitasnya. Ada dua macam observasi yaitu
observasi secara langsung maupun observas tidak langsung. Observasi merupakan
pengamatan langsung “natural setting” Dengan demikian pengertian observasi
kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap objek, situasi, konteks, dan
maknanya dalam upaya mengumpulkan data peneliti. (Satori.2011:104)
7.2 Wawancara
Wawancara yang dilakukan adalah
untuk melakukan adalah untuk memproleh makna yang raasional, maka observasi
perlu dikuatkan dengan wawancara. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data
dengan melakukan dialog langsung dengan sumber data, dan dilakukan secara tak
bersetruktur, dimana responden mendapat kebebaasan dan kesempatan untuk
mengelukan pikiran, pandangan, dan perasaan secara natural.
Wawancara adalah suatu teknik
pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber data
langsung melalui percakapan atau Tanya jawab. Wawancara dalam penelitian
kualitatif sifatnya mendalam karena ingin mengeksplorasi informasi secara
holistik dan jenis dari informan. Wawancara dapat digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan
peneliti berkeinginan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan informan
lebih mendalam.
Sebagai pegangan peneliti dalam
menggunakan metode interviu adalah bahwa subjek adalah informan yang tahu
tentang dirinya sendiri. Dengan demikian mengadakan wawancara pada prinsipnya
merupakan usaha untuk mengali keterangan yang lebih dalam dari sebuah kajian
dari sumber yang relevan berupa pendapat, kesan, pengalaman, pikiran dan
sebagainnya. (Satori.2011:129)
7.3 Dokumentasi
Selain sumber manusia (human resouerces) melalui observasi dan wawancara sumber lainnya
sebagai pendukung yaitu dokum-dokumen tertulis yang resmi ataupun tidak
resmi. Dokumen merupakan catatan
pristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau
karya-karya monumental dari seseorang. Yang dimaksud dokumen adalah catatan
kejadian atau pristiwa yang sudah lampau yang dinyatakan dalam bentuk lisan,
tulisan dan karya. (Satori.2011:145)
8. Metode
Analisi Data
Analisis
data adaalh suatu fase penelitian kualitatif yang sangat penting karena melalui
analisis data inilah peneliti dapat memproleh wujud dari penelitian yang
dilakukannya. Analisis adalah suatu upaya menguraikan menjadi bagian-bagian,
sehingga susunan/tatanan bentuk sesuatu yang diurai tampak dengan jelas.
Menganalisis adalah suatu aktivitas yang tidak akan sama bentuk dan langkahnya
antara satu orang dengan yang lainnya. Namun demikian, apabilan merujuk arti
analisis sebagai suatu upaya mengurai
menjadi bagian-bagian, maka peneliti dapat memulai analisis dari fakta-fakta
lapangan yang ditemukan. (Satori.2011:97)
8.1 Reduksi Data
Dilakukan identifikasi terhadap
unit/bagian terkecil dalam susunan yang memiliki makna bila dikaitkan dengan
focus masalah penelitian. Setelah ditemmuan bagian terkecil dalam data tersebut
kemudian dilakukan pengkodean terhadap setiap unit tersebut dengan tujuan agar
unit tersebut dapat ditelusuri sumber asalnya. (Satori.2011:96-97)
8.2
Display Data
Bagian data yang memiliki kesamaan
dipilih dan diberi label (nama). Oprasionalisasi mengkatagorikan data dengan
cara data yang diproleh
dikatagorisasikan meneurut pokok permasalahan dan dibuat dalam bentuk
matriks sehingga memudahkan peneliti untuk melihat pola-pola hubungan suatu
data lainnya. setiap katagori yang ada dicari kaitannya kemudian dieri label
(nama). (Satori.2011:97)
DAFTAR
PUSTAKA
Anom,
Ida Bagus. 2010. Perkawinan Menurut Adat Agama Hindu. Denpasara: CV Kayu Mas
Agung.
Artadi,
I Ketut. 2011. Kebudayaan Spritual Nilai
Makna dan Martabat Kebudayaan Dimensi Tubuh Akal Roh dan Jiwa. Denpaasar:
Pusat Bali Posto
Astuti Artawi.2008. Upacara Sadampati dalam Sistem
Perkawinan Hindu. Skripsi IHDN: Denpasar
Bangli, I B. 2005. Mutira
Dalam Budaya Hindu. Surabaya: Paramitha.
Girinata, I Made. 2009. Acara Agama Hindu
1. Denpasar : IHDN
Gunawan, Pasek I Ketut. 2012. Bahan Ajar Siva Siddhanta II. Denpasar: IHDN
Ida Pandita, Mpu Wijaya Nanda. 2005. Tatanan Upakaran Lan Upacara Manusa Yadnya. Surabaya:
Paramitha
Karni, 2004, Sahnya Perkawinan Menurut Hukum
Adat Bali Setelah Berlakunya Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974,
Skripsi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi Pokok-Pokok Etnografi. Jakarta: Rineka Cipta
Kusuma, Sri Ananda. 2009. Aum Upacara Yadnya. Denpasar: CV Kayu Mas
PHDI.
1996. “Panca Yadnya”. Denpasar:
Proyek peningkatan sarana dan prasarana kehidupan beragama.
Jones
Pip. 2010. Pengantar Teori-teori Sosial.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Pudja G,
Rai Sudharta Tjokorda. 2003. Manawa
Dharmasastra. Jakarta: Pustaka Mitra Jaya.
Ramiati,
2006. Tradisi Naur Kelaci dalam Upacara Perkawinan di Desa Adat Munduk Lumnang
Baturiti Tabanan.
Satori, Djam’an.
Komariah, Aan. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta
Sujaelanti Arthayasa I Ketut,
Suneli Yeti Ketut.1998. Petunjuk Teknis
Perkawinan Hindu. Surabaya: Paramitha.
Sukajaya.
2008. Kala Badeg Dalam Upacara Perkawinan di Desa Pakraman Karang Suung Kelod
Peninjauan Tembuku Bangli. Skripsi. IHDN: Denpasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar